Rabu, 27 Agustus 2014

Kyai



Entah sejak kapan istilah ini muncul. Belum ada catatan yang jelas. Artinyapun macam-macam. Tergantung dari sudut mana kita mengucapkannya. Kyai!

Beberapa dekade yang lalu, istilah Kyai cuma dikenal di pelosok-pelosok desa. Lalu, tiba-tiba istilah ini menjadi “booming”. Banyak Kyai bermunculan di mana-mana. Tanpa memikirkan apa makna dibalik kata Kyai itu. Atau pantas tidaknya mereka-mereka itu menyandang gelar itu. Kyai!

Sejauh ini, wawasan saya akan makana dari kata Kyai masih terbatas. Baik itu makna secara etimologi maupun terminologi. Taunya cuma sekedar mengira-ngira. Meski demikian, hasil kira-kira saya itu bukan tanpa landasan. Tetep ada landasan pemikirannya. Agar kelihatan agak akademis.

Secara etimologi, kata Kyai berasal dari kata bahasa Jawa “Iki Ae”. Artinya “ini saja”. Dari makna kata ini, kita dapat menafsirkan bahwa Kyai adalah sosok yang serba bisa. Misalnya jika masyarakat sedang menghadapi suatu permasalahan yang memerlukan tampilnya seorang tokoh, maka masyarakat (khususnya Jawa) akan mengajukan “Pak ini saja” sebagai tokoh tersebut. Tentu saja kedepannya sang tokoh harus rela dan tanpa pamrih untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan itu.

Belakangan wawasan saya akan makna etimologi dari kata Kyai bertambah. Menurut versi ini, Kyai berasal dari kata “Ki Aa”. Masih bahasa Jawa. Bedanya terletak pada kata Iki dan Ki.

Kata Ki atau Aki adalah semacam gelar kehormatan yang diberikan kepada seseorang yang memiliki linuwih. Memiliki ilmu dan wawasan yang lebih (menonjol). Contohnya seperti Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan kita itu. Atau Ki Ageng Selo, tokoh legendaris yang terkenal dengan kemampuannya menangkap petir itu. Dan Ki Ki yang lainnya. Kenyatannya tokoh-tokoh tersebut memiliki kelebihan bukan?

Itu tadi kata Kyai jika ditinjau dari segi etimologi. Sedangkan secara terminologi saya kurang tau. Tapi saya akan menguraikan suatu gambaran yang disampaikan oleh Drs. Aliy As’ad dalam pengantar yang beliau berikan untuk terjemahan Kitab Ta’limul Muta’alim yang beliau terjemahkan sendiri. Siapa tau dari uraian ini anda sekalian dapat menyimpulkan makna terminologi dari kata Kyai.

Jika diperhatikan, gelar-gelar Kyai itu tidak hanya diberikan kepada seseorang. Tapi, terkadang juga diberikan kepada benda-benda yang dianggap keramat. Contohnya seperti Kyai Pleret, nama tombak. Kyai Nogo Wilogo dan Kyai Guntur Madu, nama gong yang dibunyikan setiap perayaan Sekaten di yogyakarta, bahkan ada juga binatang yang diberi gelar Kyai.

Bisa dikatakan jika gelar Kyai ini sebenarnya diberikan kepada orang-orang dan benda-benda yang memiliki kelebihan. Perlu saya tegaskan bahwa yang dimaksud dengan kelebihan disini adalah kelebihan yang bersifat spiritual (batin). Terbukti, tidak ada miliarder yang berkelebihan harta dan lantas di panggil Kyai. Karena bersifat spiritual, maka untuk menentukan sampai dimana batas “kelebihan” agar pantas mendapat Kyai sangatlah sulit.

Oleh karena itu, baik dicari maupun tidak, gelar Kyai akan lebih mantap eksistensinya bila diberikan oleh pihak lain. Yaitu pihak-pihak yang mengakui kelebihannya. Saya jadi teringat ucapan KH. Abdus Sami'. Salah seorang guru saya yang mengasuh Pon. Pes. Darul Huda Mayak. "Kyai itu sebenarnya adalah gelar yang diberikan Allah melalui lisan masyarakat". (DPM)

Yogyakarta, 27 Agustus 2014
Seri Antologi:
[1]  [2]  [3]  [4]  [5]  [6]  [7]

1 komentar: