Jumat, 26 Juni 2015

Arus KKN (1) Semacam Pengantar



Bismillahhirrohmanirrohim.
Saya agak bingun harus memulai tulisan ini dari mana. Apakah dari awal kenapa kampus harus mengadakan kegiatan KKN, atau kita lewati saja pertanyaan itu, karena meskipun sebenarnya saya dapat mengira-ngirakan maksud tujuannya tetapi secara pasti saya belumlah mengetahui kenapa harus ada KKN. Mungkin alasan itu disampaikan dalam buku panduan yang kami terima dari kampus. Tetapi sampai saat ini saya belum mendapat hidayah untuk membuka dan membaca buku tersebut.

Oke sepakat kita lewati saja dulu pertanyaan itu. Langsung meloncat kenapa seri tulisan ini saya beri judul “Arus KKN”. Untuk pertanyaan ini saya harus bisa dong mengutarakan alasannya.

“Arus” atau bisa juga kita sebut sebagai aliran air saya jadikan judul dari seri tulisan ini, terinspirasi dari sebuah tulisan didepan masjid kampus kami yang sebenarnyalah merupakan kutipan dari ucapan Sunan Kalijaga. “Anglaras ilining banyu, angeli ananging ora keli.” Seperti mengalirnya air. Mengukuti arus tetapi bukan hanyut.

Dalam menjalani KKN kali ini, sebagai mahasiswa yang tergolong bodoh, prinsip anglaras ilining banyu itulah yang saya gunakan. Pokoknya mengalir saja seperti air. Mengikuti kehendak Allah.

Kulon Progo, 26 Juni 2015

Kamis, 11 Juni 2015

"Resonansi Hati"



Pernahkah anda tiba-tiba merasa tenang ketika duduk menyanding seseorang? Atau sebaliknya, anda yang awalnya biasa saja tiba-tiba menjadi gelisah ketika menyanding seseorang? Yup itulah pengaruh resonansi hati[i].

Dalam teori fisika ada dikenal Resonansi bunyi. Pengertian singkat dari resonansi bunyi ini adalah turut bergetarnya suatu benda karena ada benda lain yang bergetar[ii]. Secara sederhana resonansi juga dapat diartikan sebagai menularnya getaran. Contohnya, terkadang jendela kaca rumah kita ikut bergetar ketika ada suara petir. Atau suara yang dihasilkan alat musik gitar karena getaran senarnya yang dipetik. Itu semua merupakan resonansi bunyi.

Jumat, 05 Juni 2015

Rupa Tuhan



Yen mung rupa sing gawe atimu tresno, banjur kepiye anggonmu tresna marang Gusti sing tanpa rupa?  Jika hanya rupa yang membuat hatimu cinta, lantas bagaimana caramu mencintai Tuhan yang tanpa rupa?

Saya tidak sengaja menemukan kalimat di atas dalam pelayaran saya di dunia maya. Tertera di atas gambar tokoh wayang Semar.

Jika dibaca sekilas kalimat di atas hanya akan tampak sebagai ungkapan remaja-remaja kasmaran belaka. Tapi jika pelan-pelan kita renungkan maka akan tampak sebuah makna yang sebenarnyalah mendalam. Mempertanyakan bagaimanakah rupa tuhan itu. Sebuah pertanyaan yang lebih mengarah kepada filsafat sebenarnya.