Saya jadi teringat puisi satire
yang digubah Taufiq Ismail. Beberapa kutipan puisi tersebut, antara lain:
Indonesia adalah sorga luar
biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak
merokok.
Indonesia adalah semacam
firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur
hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.
Negeri kita ini sungguh
nirwana kayangan para dewa bagi perokok, tapi tempat cobaan sangat berat bagi
orang yang tak merokok.
Indonesia adalah sorga kultur
pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia, dan kita yang tak langsung
menghirup sekali pun asap tembakau itu bisa ketularan kena.
Tulisan di atas merupakan kutipan
dari Opini Jawa Pos edisi 29 Oktober 2014 yang ditulis oleh Nurul Rahmawati. Dalam
opininya, sebenarnya Nurul Rahmawati mengritik kelakuan sosok meteri antimaenstream
Indonesia (Susi Pudjiastuti) yang dengan santainya merokok ditempat umum. Bukan
hanya ditempat umum, bahkan ditengah wawancara dengan wartawan Susi tak
sungkan-sungkan untuk menikmati batang sembilan senti itu.
Kekhawatiran Nurul Rahmawati ini
memang beralasan. Sebagai wanita dan seorang ibu (saya kurang tahu anaknya Ibu
Nurul Rahmawati ini laki-laki atau perempuan) yang mengkhawatirkan para remaja
tumbuh bersama asap rokok, komplain Nurul Rahmawati memang masuk akal. Ditengah
getolnya para Ibu melarang anaknya merokok, lantas bagaimana jika mandapat
sanggahan seperti ini “Lah, Bu Menterinya aja ngerokok? Berarti rokok itu cool
kan? Kenapa kita malah dilarang merokok?’’ (kalimat yang ini saya kutip dari
opininya Nurul Rahmawati).
Jika dirasakan, opini Nurul
Rahmawati ini sebenarnya juga mengritik pemerintah yang kurang tegas menangani
pelarangan rokok. Terbukti dari sikap pemerintah yang terkesan ogah-ogahan
untuk meratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control).
Sikap pemerintah yang demikian
itu sebenarnya bukan tanpa alasan. Terjadi trade off disitu. Dilematis memang.
Disatu sisi pajak dari rokok merupakan salah satu penyumbang terbesar negara,
disisi lain efek negatif rokok mengancam kesehatan warga negara.
Sejauh ini, pemerintah sebenarnya
tidak hanya berdiam diri untuk menangani masalah rokok. Hal-hal yang sudah
dilakukan di antaranya; meningkatkan pajak rokok yang imbasnya harga rokok juga
akan semakin tinggi. Harga yang tinggi tersebut diharapkan tidak terjangkau
oleh saku remaja sekolahan. Selain pajak rokok, pemerintah juga sudah mengatur
sedemikian rupa agar iklan rokok tidak tampil di TV kecuali setelah pukul
21:00. Yang terbaru, usaha pencegahan rokok dilakukan dengan menampilkan
gambar-gambar mengerikan pada bungkus rokok.
Herannya, dengan usaha yang demikian
itu, masih banyak saja para penyinta rokok. Mulai dari anak-anak, remaja, dan
orang tua. Jika menjadi orang tua, saya pribadi juga masih bingung bagaimana
caranya melarang anak-anak saya agar tidak merokok. Alhamdulillah saya sendiri
tidak merokok. Tapi itu bukan karena larangan dari orang tua (secara tersirat
sebenarnya orang tua saya memperbolehkan jika saya merokok). Tidak merokoknya
saya ‘mungkin’ terdorong oleh lingkungan dan pengalaman. Pertama; ayah saya
tidak merokok. Kedua; masa remaja saya (MTs dan MA) saya habiskan dipesantren
yang dilarang merokok.
Lingkungan yang tidak merokok
bukan merupakan jaminan sepenuhnya. Terbukti kakak sulung saya juga merokok. Beberapa
teman di pesantren saya dulu juga ada yang merokok, meskipun secara
sembunyi-sembunyi. Sekali waktu saya juga pernah coba-coba merokok. Rasanya memang
ada sedikit ‘segar’ begitu. Tapi juga ada rasa pusingnya. Dan karena rasa ‘pusing’
itulah akhirnya saya putuskan untuk tidak merokok. Terbukti bahwa lingkunngan
bukan jaminan sepenuhnya.
Salah satu cara melarang rokok
dalam keluarga yang bisa saya sarankan adalah melarang sambil memberikan
teladan. Seperti yang dilakukan ayah saya itu. Tentu saja juga harus disertai
doa, agar anak-anaknya selalu diberikan ke-sae-nan (kebaikan) oleh
Allah. (DPM)
Yogyakarta, 31 Oktober 2014
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusmemang benar , pendidikan apapun mulai dari keluarga, ketika di keluarga sudah ditekankan dengan hal yang baik termasuk tidak merokok dan teladan dari ortunya, akhirnya dimanapaun anak berada walau ada dalam lingkungan yang merokok, dia kan tetap berpegang teguh untk tak merokok. Anak lelakiku yang sulung selama dia kuliah dan sekarang bekerja selalu di kerubuti dengan teman2nya yg merokok tapi dia sendiri tetap tdk merokok.
BalasHapusjoss pak...
HapusHalo. Makasih ya sdh membahas artikel saya d JP.
BalasHapusBukanbocahbiasa(dot)com
Halo. Makasih ya sdh membahas artikel saya d JP.
BalasHapusBukanbocahbiasa(dot)com
hehe, , sami2 mbak, kok bisa ketahuan ya artikel saya ini :-D
Hapus