Tari Piring |
Terpaksa saya menggunakan judul
Film Kung Fu. Karena secara kuntitas, memang film-film Kung Fu lebih banyak
beredar daripada film Silat yang asli Indonesia itu. Bukan bermaksud untuk
tidak cinta produk lokal, hanya agar anda yang belum pernah nonton film Merantau
lebih mudah mendapat gambaran dan berimajinasi ketika membaca tulisan ini. Meskipun
dalam judul ada terdapat kata-kata Kung Fu, namun jangan anda bayangkan bahwa
tulisan ini akan seperti cerita-cerita silat karangan Kho Ping Ho. Ini sama
sekali tidak membahas perkelahian. Meskipun menyerempet sedikit-sedikit. Saya harap
anda tidak merasa dikecewakan atau tertipu.
Meskipun identik dengan
kekerasan, namun jangan dikira bahwa Kung fu atau juga Silat hanya melulu
tentang memukul dan menendang. Kedua aliran beladiri yang menurut saya
karakternya hampir mirip ini memiliki banyak ajaran falsafah kehidupan. Tentang
bagaimana seharusnya bersikap sebagai seorang pendekar dan lain-lainnya. Seperti
misalnya, sering diajarkan dalam padepokan-padepokan bahwa jika kamu merasa
sakit ketika dipukul, maka janganlah memukul orang. Lantas untuk apa kita
belajar memukul jika bukan untuk memukul? Hem, apakah jika anda mahir berenang
lantas harus melemparkan seseorang ke kolam renang? Tentu saja tidak bukan.
Banyak hal yang bisa dijadikan
landasan kenapa seseorang belajar Kung Fu maupun Silat. Sekedar hobi, menjaga
kesehatan, melatih spiritual, juga mengolah rasa. Macam-macam bukan.
Mungkin juga jarang yang tahu
bahwa beberapa kesenian di Indonesia (terutama yang berkaitan dengan gerak)
seperti tari Jaipong dan tari Piring diturunkan dari gerakan-gerakn Silat. Saya
cukup maklum akan banyaknya ketidaktahuan tentang hal ini. Karena sering dua
tarian tersebut dibawakan oleh gadis-gadis berpakaian mentereng nan elok yang
melenakan. Sehingga jarang pula yang memperhatikan langkah-langkah menarik dan
unik dari masing-masing penari. Sesekali cobalah perhatikan dan kemudian
bandingkan langkah-langkah para penari tersebut dengan langkah seorang pesilat.
Meskipun saya tidak berani menjamin bahwa anda akan menemukan kesamaan-kesamaan,
namun setidaknya, anda akan dapat merasakan kesamaan karakternya.
Sengaja saya menyinggung beberapa
wawasan di atas, agar anda tidak memandang bahwa Kung Fu dan Silat hanya melulu
tentang memukul dan menendang. Ada banyak unsur menarik di dalamnya selain
sekedar memukul dan menendang.
Sesekali, jika anda menonton film
Kung Fu, cobalah perhatikan apa perbedaan antara tokoh yang muda dengan tokoh
yang sepuh. Akan anda temukan bahwa tokoh yang muda lebih banyak bergerak,
lebih lincah, dan memberikan kembangan-kembangan yang sebenarnya tidak perlu
pada banyak gerakan. Sedangkan tokoh-tokoh sepuh lebih banyak bertahan daripada
menyerang. Dalam bergerak pun, hanya seperlunya saja. Mengabaikan kembangan-kembangan
yang tidak perlu meskipun itu akan terlihat indah.
Anda tahu kenapa bisa demikian?
Karena tokoh yang muda tentu memiliki nafas yang lebih kuat dan otak yang lebih
ces pleng dalam berkreativitas. Sehingga, tidak heran jika timbul banyak
kembangan dalam gerakannya. Sedangkan tokoh yang sepuh, selayaknya hukum alam,
nafasnya tentu tidak akan sekuat ketika Ia muda. Namun satu hal yang menjadi
keunggulannya. Ia menang pengalaman. Dan pengalaman tentu saja tidak didapatkan
dengan hanya berleha-leha dimasa mudanya.
Seperti itu jugalah seharusnya
jalan hidup kita. Mumpung masih muda, banyaklah bergerak, banyaklah berinovasi,
banyaklah salah, banyaklah kalah. Agar ketika sepuh nanti banyak pula
kesimpulan yang dapat kita ambil dari banyak hal yang pernah kita lakukan.
Kan tidak lucu kalau tokoh sepuh
dalam film Kung Fu yang kita tonton itu justru banyak bergerak. Meloncat ke
sana-sini. Memukul ini dan menendang itu. Jika benar demikian, betapa akan jadi
wagu-nya film yang kita tonton. Ora patut.
Ponorogo, 29 Februari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar