Pernahkah anda tiba-tiba merasa
tenang ketika duduk menyanding seseorang? Atau sebaliknya, anda yang awalnya
biasa saja tiba-tiba menjadi gelisah ketika menyanding seseorang? Yup itulah
pengaruh resonansi hati[i].
Dalam teori fisika ada dikenal
Resonansi bunyi. Pengertian singkat dari resonansi bunyi ini adalah turut
bergetarnya suatu benda karena ada benda lain yang bergetar[ii].
Secara sederhana resonansi juga dapat diartikan sebagai menularnya getaran.
Contohnya, terkadang jendela kaca rumah kita ikut bergetar ketika ada suara
petir. Atau suara yang dihasilkan alat musik gitar karena getaran senarnya yang
dipetik. Itu semua merupakan resonansi bunyi.
Lantas bagaimana dengan
“resonansi hati”? Menurut Agus Mustofa hati kita juga dapat diibaratkan sebagai
tabung resonansi. Setiap aktifitas yang kita lakukan tentu saja akan
menimbulkan getaran dalam hati kita. Bisa berupa getaran positif yang lembut,
ataupun getaran negatif yang kasar.
Secara fisika, getaran positif
yang lembut tersebut dapat dikatakan sebagai getaran yang cenderung lembut dan
halus tetapi memiliki frekuensi yang tinggi dan teratur. Efeknya, tentu hati
tersebut akan menjadi lebih halus. Bahkan dengan keteraturannya, getaran hati
tersebut dapat menghasilkan frekuensi yang lebih tinggi. Frekuensi yang semakin
lama meningkat menjadi lebih tinggi itu, tentu nantinya dapat menular ke lingkungan
sekitarnya. Logikanya seperti ini, pada tahap awal getaran itu akan
mempengaruhi lingkup hati tersebut. Kemudian tubuh si pemilik hati, dan ketika
lebih tinggi lagi akan dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Karena inilah,
maka terkadang kita bisa tiba-tiba menjadi tenang ketika berdekatan dengan
seseorang. Mungkin orang tersebut memiliki getaran positif yang cukup tinggi
dalam hatinya.
Sedangkan getaran negatif
merupakan getaran yang cenderung kasar. Menurut tinjauan fisika getaran ini
merupakan getaran yang memiliki frekuensi rendah dengan amplitudo yang besar.
Sebagai contoh adalah orang yang sedang marah. Ketika seseorang marah, maka
getaran hatinya akan sangat tidak beraturan dan bergejolak kasar.
Getaran yang kasar itu bukan
tidak memiliki efek terhadap diri kita. Sebuah benda yang dikenai getaran kasar
terus menerus akan mengalami kekakuan. Begitu pula hati kita.
Contoh lain yang membuktikan
dapat semakin mengerasnya hati, adalah saat kita berbohong. Pada awal-awal
seseorang melakukan kebohongan, maka akan terjadi dag dig dug yang tidak
teratur dalam hatinya. Tetapi, semakin lama, ketika Ia mengulang-ulang kebohongan
tersebut maka hatinya sudah tidak akan bergetar lagi. Contoh yang simpel ini
membuktikan bahwa memang ada proses pengerasan yang terjadi dalam hati.
Dalam kaitanya dengan resonanti
hati ini, kita dapat menggunakan gitar sebagai perumpamaan. Gitar dengan tabung
resonansinya akan dapat menghasil kan getaran yang bersuara indah. Tetapi jika
tabung tersebut disumbat, suara yang dihasilkan oleh getaran sinar gitar
tersebut tidak lagi akan menjadi indah. Melainkan hanya suara kecil yang tak
berarti. Saya rasa begitu pulalah hati kita.
Yogyakarta, 10 Juni 2015
[i] Kata
“Resoansi Hati” diambil dari salah satu sub judul dari buku Agus Mustofa yang
berjudul Pusaran Energi Ka’bah, (Malang: PADMA press, 2008), hlm. 150.
[ii] Eka
Febriyani dalam http://seputarpendidikan003.blogspot.com,
“Pengertian Resonansi Bunyi”
hatiku bergetar gara-gara punya utang komentar di blog ini.. :)))
BalasHapushehehe, , santai mbah
Hapusyang "dag dig dug" itu hati atau jantung mas? kalau jantung, saya kira getaran di jantung tidak tercipta karena berbohong. walaupung dengan secangkir kopi, hati manusia akan berdecak kencang karena efek kimiawi dari kafein yang ada. hal itu juga membuktikkan bahwa efek "dag-dig-dug" tidak hanya diciptakan dengan berbohong, bahkan saya yakin tidak ada pengerasan hati setelah kita meminum kopi. cuma detakan jantung kita yang lebih cepat karena pompaan darah akibat asam lambung yang meninggi akibat kafein yang terkandung dalam kopi. filsafat kopi hahaha
BalasHapusweleh weleh weleh
Hapus