“Makane
nulis kang, wong nulis iku mesti moco. Nek gak moco buku yo moco kahanan”.
Saya masih ingat betul
dengan kalimat ini. Salah satu yang dilontarkan oleh guru kami ditengah-tengah
diskusi Pencak Silat. Kalimat yang jika diartikan akan menjadi –makanya nulis kang, orang yang nulis itu pasti
membaca, kalau bukan membaca buku ya pasti membaca keadaan- ini sering
terngiang dalam telinga saya. Bahwa kita harus senantiasa membaca. Apapun itu.
Lantas apa kaitannya
membaca dengan Jongko? Tentu ada. Jongko selalu berkaitan erat dengan
pembacaan. Kalau anda pernah mendengar Ramalan Jayabaya, menurut guru saya itu
sebenarnyalah itu bukan ramalan. Melainkan Jongko. Jongko Joyoboyo.
Dengan Jongko, Prabu Jayabaya yang menguasai
Kediri pada tahun 1135-1157 itu berusaha menebak masa depan. Caranya, Prabu
Jayabaya mengamati bagaimana kejadian-kejadian masa lalu, Ia amati pula
bagaimana kondisi pada zamannya. Dari dua pembacaan tersebut, diprediksilah apa
yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Begitulah Jongko. Ilmiah dan jauh dari kesan mistik.
Saya sendiri kurang
tahu apa tepatnya makna Jongko ini. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata Jangka bermakna “kurun waktu tertentu”.
Pemaknaan KBBI ini jika diaplikasikan dalam Jongko
yang dimaksud dalam Jongko Joyoboyo saya
rasa memang masuk akal. Bagaimana Prabu Jayabaya membaca kurun sebelumnya,
mengamati kurun pada masanya, kemudian memprediksi kurun setelah masa hidupnya.
Belajar dari Jongko Joyoboyo dan manut pada ujar-ujar guru saya itu, kita selayaknya memang harus
selalu membaca. Tidak seperti pada masa Prabu Jayabaya yang serba minim akses
informasi, masa kita saat ini saya rasa jauh lebih mudah. Buku-buku sejarah,
informasi online, dan lain sebagainya berserakan disekeliling kita. Bahkan Kitab Negarakrtagama yang ditulis pada ratusan
tahun silam pun masih dicetak ulang. Untuk informasi masa kini, surat kabar
dari banyak media berseliweran dan mudah didapat. Kalaupun malas keluar rumah,
kita masih bisa membaca dari portal-portal online.
Tentu saja kita tidak
harus mewariskan ramalan atau berbagai prediksi untuk pegangan anak cucu. Tetapi,
setidaknya dengan banyak membaca karya masa lalu dan situasi saat ini, kita
lantas tidak mudah menjadi kaget. Terbiasa membaca akan membuat kita tidak
mudah terombang ambing berbagai isu sampah yang belakangan ini semakin santer
dihembuskan. Nah, selamat membaca!
Yogyakarta, 22 November
2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar