Yen mung rupa sing gawe atimu
tresno, banjur kepiye anggonmu tresna marang Gusti sing tanpa rupa? Jika hanya rupa yang membuat hatimu cinta,
lantas bagaimana caramu mencintai Tuhan yang tanpa rupa?
Saya tidak sengaja menemukan
kalimat di atas dalam pelayaran saya di dunia maya. Tertera di atas gambar
tokoh wayang Semar.
Jika dibaca sekilas kalimat di atas hanya akan tampak sebagai ungkapan remaja-remaja kasmaran belaka. Tapi jika pelan-pelan kita renungkan maka akan tampak sebuah makna yang sebenarnyalah mendalam. Mempertanyakan bagaimanakah rupa tuhan itu. Sebuah pertanyaan yang lebih mengarah kepada filsafat sebenarnya.
Sebelum terlalu jauh, dan tanpa
niatan menyinggung isu SARA, saya terangkan bahwa Tuhan yang saya maksud disini
adalah Tuhan Allah. Tuhannya kaum muslimin yang tak berwujud.
Asy‘ariyah sebagai salah
satu madzhab teologi ketuhanan kaum muslim, mensyaratkan bahwa dzat yang bisa
disebut tuhan memiliki sifat yang wajib dimiliki. Sifat-sifat tersebut
jumlahnya mencapai dua puluh sifat. Dan sifat pertama yang harus dimiliki oleh
Tuhan adalah Maujud, ada.
Lantas bagaimana cara membuktikan
bahwa Tuhan itu ada sedangkan Ia tidak dapat di indera? Kaum asy’ariyah
memberikan analogi sederhana yang menarik. Bukti wujudnya Tuhan adalah wujudnya
jagad raya ini. Sebuah analogi yang simple bukan. Karena jika bukan
Tuhan lantas siapa yang mewujudkan jagad yang begini teratur dan saling lengkap-melengkapi.
Kisah-kisah tentang pencarian
wujud Tuhan sebenarnya sudah banyak sekali. Salah satu yang paling terkenal
adalah kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam. Kisah yang meskipun dialami
oleh seorang Nabi bahkan Rasul utusan Tuhan itu sendiri, namun tetap dapat kita
hayati sebagai kisah yang dialami oleh manusia biasa. Yang tidak terlepas dari trial
and error. Mencoba dan gagal.
Dalam proses pencariannya akan
Tuhan, informasi yang pertama-tama diterima oleh Nabi Ibrahim justru datang
dari orang-orang musyrik yang menyembah berhala, patung. Bahwa patung-patung
yang mereka buat itu, itulah Tuhan yang harus disembah. Namun akal sehat Nabi
Ibrahim menolak. Bernarkah patung-patung yang tidak dapat memberikan manfaat
pada dirinya sendiri itu dapat memberikan manfaat kepada orang lain?
Dan dimulailah pencarian Nabi
Ibrahim akan “sesuatu” yang pantas disebut Tuhan. Sekali waktu Nabi Ibrahim
menganggap bahwa bintang itulah Tuhan. Tapi bintang itu mengecewakannya, karena
ia menghilang. Diwaktu yang lain, Nabi Ibrahim juga menganggap bahwa bulan itu
Tuhan. Namun bulan itu pun tidak memuaskannya. Kemudian Nabi Ibrahim juga
menganggap bahwa matahari adalah Tuhan, matahari dirasa lebih kuat daripada
bintang dan bulan. Tapi toh matahari itupun tenggelam pula.
Sampai akhirnya Nabi Ibrahim
menemukan sebuah kesimpulan. Bahwa segala sesuatu yang Ia lihat itu tidak layak
disebut sebagai Tuhan. Karena memiliki berbagai keterbatasan. Hanya ada satu Dzat
yang Ia yakini sebagai Tuhan. Ialah Dzat yang Menciptakan dan Memusnahkan.
Ialah Allah Azza wa Jalla.
Jangan dikira bahwa pencarian
Nabi Ibrahim akan Tuhan itu cuma berlangsung tiga hari. Pencarian yang demikian
tentu memerlukan waktu yang panjang. Membutuhkan tak hanya bulan, tapi
bertahun-tahun. Mungkin juga menggoncang jiwa Nabi Ibrahim itu sendiri. Karena Ia
harus mengalami banyak kegagalan. Begitu panjang proses yang harus dilewati
oleh Nabi Ibraim, maka ketika ditemukannya suatu keyakinan akan Tuhan, maka
keyakinan itu menancap begitu dalam kelubuk hatinya. Tak tergoyahkan meskipun
harus menyembelih putranya sendiri.
Meskipun endingnya Nabi Ibrahim
belum melihat bagaimana wujud Tuhan itu, namun Ia sudah menemukannya. Bukan dengan
pancaindera yang lima. Tapi dengan mata hati. Karena apalah daya pancaindera
kita ini. Bahkan Nabi Musa yang dengan sekali pukul mampu membunuh lawannya itu
pun tak mampu melihat Allah dengan mata wadagnya.
Jika dengan indera keenam (hati)
kita dapat melihat, mendengar, dan sekaligus merasakan adanya Tuhan, maka
dengan panca indera lima lainnya kita dapat membuktikan penglihatan hati kita
itu dengan mengobservasi tanda-tanda keberadaannya yang berserakan di jagad
raya.
Yogyakarta, 04 Juni 2015
http://fahrievka.blogspot.com/2013/11/dengarkan-al-quran-membuat-hati-menjadi.html
BalasHapusMas brow nyuwun izin gih kulo download nggih gmbre
BalasHapusmonggo mas bro. .
HapusMantap,, jero tenan"
BalasHapus