Ceritanya berawal dari
skripsi pacar saya. Yang membahas tentang konsep-konsep pendidikan Nasionalisme
yang ditawarkan oleh Sayyid Afandi Muhammad dalam kitabnya At Tahliyyah wa At Targhib fi At Tarbiyyah wa At Tahdzib. Saya
sendiri sebenarnya belum pernah ngaji
kitab tersebut. Cuma memang mendukung penelitian yang akan dilakukan oleh pacar
saya itu. “Lanjutkan!” Kata saya.
Gelagat masalah baru
terasa setelah pacar saya melakukan ujian seminar proposal skripsinya. Banyak
dosen senior yang meragukan keabsahan muallif
dari kitab tersebut. Perlu diketahui bahwa kitab At Tahliyyah wa At Targhib fi At Tarbiyyah wa At Tahdzib yang
beredar di Indonesia, mayoritas nama muallifnya
adalah Sayyid Muhammad. Sehingga banyak pengajar bahkan Kyai di Pesantren yang
mengira bahwa kitab tersebut merupakan buah karya dari Sayyid Muhammad bin Alwi
Almaliki Mekah.
Begitu pula dengan
perempuan cantik yang menjadi pacar saya itu. Dalam proposal skripsi yang
diajukannya, ditulis bahwa muallif
dari kitab tersebut adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Mekah. Sampai pada
masanya proposal itu diujikan, banyak dosen senior yang menyanggah. Mengatakan
bahwa Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki tidak pernah mengarang kitab itu.
Terbukti dengan banyaknya biografi yang mengulas karya-karya Sayyid Muhammad
bin Alwi Almaliki Mekah dan tidak satupun yang menuturkan bahwa Sayyid Muhammad
bin Alwi Almaliki pernah menulis kitab dengan judul At Tahliyyah wa At Targhib fi At Tarbiyyah wa At Tahdzib.
Sempat terbersit untuk
melakukan penelitian ke Semarang. Semacam melakukan tabayun. Menanyakan langsung pada penerbit kitab-kitab yang
menerbitkan kitab tersebut tentang siapa sebenarnya muallif dari kitab At Tahliyyah wa At Targhib fi At Tarbiyyah wa At
Tahdzib. Tetapi rencana itu urung dilakukan. Karena saya yang sedianya dimintai
untuk menemani, justru terkapar karena kecapaian sepulang dari perjalanan jauh.
Jadilah waktu yang diagendakan untuk pergi ke Semarang saya gunakan untuk tidur
di kursi pinggir jalan ditunggui pacar saya.
Dari penelusuran yang
dilakukan oleh pacar saya, muallif
dari kitab At Tahliyyah wa At Targhib fi
At Tarbiyyah wa At Tahdzib adalah Sayyid Afandi Muhammad. Ada kata “Afandi”
sebagai nama tengahnya. Yang otomatis tentu saja bukan Sayyid Muhammad bin Alwi
Almaliki Mekah. Menelusuri siapa sebenarnya Sayyid Afandi Muhammad ini juga
lumayan menguras tenaga. Hingga akhirnya penelusuran kami mengerucut kepada
banyak karya ilmiah yang mengatakan secara gamblang bahwa muallif dari kitab At Tahliyah
wa At Targhib fi At Tarbiyyah wa At Tahdzib memanglah benar-benar Sayyid
Muhammad bin Alwi Almaliki Mekah. Sehingga dengan tanpa keraguan pacar saya
memasukkan Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Mekah sebagai mullif kitab tersebut sampai datang hari ujian munaqosyahnya.
Pada munaqosyah inilah
pembantaian jilid dua dilakukan. Pertanyaan yang diajukan lagi-lagi seputar
siapakah muallif sebenarnya dari
kitab At Tahliyyah wa At Targhib fi At
Tarbiyyah wa At Tahdzib. Kalau memang Sayyid Muhammad Mekah, tunjukkan
buktinya. Jangan hanya sekedar karya ilmiah. Harus buku. Modiyyarr.
Petualangan baru pun
dimulai. Dari seorang informan, diketahui bahwa ada karya ilmiah lain yang
membahas kitab serupa. Setelah ditelusuri referensi dari karya ilmiah tersebut
ternyata bersumber dari buku yang berjudul Mutiara Ahlu Bait Dari Tanah Haram.
Biografi lengkap Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Mekah. Pacar saya yang
menemukan harapan barunya pun rempong
memaksa untuk main ke Jogja. Ngajak muter-muter cari buku tersebut. “Gak usah
ditemenin gak apa-apa kok mas” katanya tabah.
Meskipun dia bilang
seperti itu, tapi tetap saya temani. Nggak tega melepas perempuan asing
ditempat yang asing baginya seorang diri. Target pertama adalah Shopping. Pasar
buku Jogja yang bersebelahan dengan Taman Pintar dan Benteng Vredeburg. Hampir
setiap kios kami tanyai, apakah mempunyai buku Mutiara Ahlu Bait Dari Tanah Haram.
Dan hasilnya nihil.
Dari Shopping
dilanjutkan dengan coba main-main ke Social Agency Baru, nihil juga. Jalan ke
barat pun ditempuh, untuk mencari kitab suci macam Biksu Tong dan tiga orang
muridnya yang legendaris itu. Meskipun setelah sampai di barat (Gramedia) kami
lagi-lagi harus tabah karena buku itu tidak ada. Perjalanan pun terus
dilanjutkan ke barat. Tugu.
Nongkrong-nongkrong di
Tugu sambil menikmati senja yang cahaya merah membaranya tertutup awan mendung,
malamnya jalan-jalan di pedestrian malioboro sambl menikmati pawai imlek,
berlari-larian mengejar penampilan pendekar Wushu, bikin vidio di Jalan Malioboro, duduk-duduk gak jelas, sampai
tengah malam balik lagi ke Tugu. Kelaparan dan cari angkringan hehe. Sambil
menunggu Chusna, kawan lama yang sekarang jadi pengusaha. Sekalian menitipkan
pacar saya agar menginap di kontrakan Chusna itu.
Sambil muter-muter di
Jogja itu, sebenarnya kami juga coba menghubungi beberapa penjual buku online
yang memungkin memiliki stok buku itu. Tapi nihil. Hingga seorang sahabat yang
saya tanyai mengonformasikan kalau di Bukalapak ada stok buku Mutiara Ahlu Bait
Dari Tanah Haram. Berhubungan dengan Bukalapak tidak terlalu ribet. Prinsipnya
ada uang ada barang. Meskipun agak lumayan was-was juga sebenarnya. Tapi memang
saya akui, prinsip keamanan konsumen diperhatikan dengan serius oleh pihak
Bukalapak. Sehingga kalau misalnya barang tidak sampai, uang dapat
dikembalikan. Joss.
Senin sore uang saya
transfer, jumat siang barang sudah sampai kamar saya. Dibungkus rapi. Setelah
barang sampai, sebagai rasa terima kasih saya isi dong testimoni di Bukalapak.
Dengan berdebar-debar
saya buka satu-ersatu bungkus buku baru itu. Saya buka halaman-perhalaman
mencari daftar karya Sayyid Muhammad. Dan taraaaa. Tidak ada judul kitab At
Taliyyah sebagai salah satu buah karya dari Sayyid Muhammad. Meskipun
sebelumnya lumayan berharap dibuku tersebut ada judul kitab At Tahliyyah, tapi
sebenarnya saya juga sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan
terburuk. Hahaha, sehingga saya Cuma tertawa ketika tidak tercantum judul kitab
At Tahliyyah dalam buku tersebut. Kami orang Jawa, tidak diajari untuk
menertawakan orang lain, sebaliknya justru dididik untuk terbiasa melihat dan
menertawakan diri sendiri.
Yogyakarta, 10 Februari 2017
Link Terkait
Sayyid Afandi Muhammad, Muallif Kitab At Tahliyyahwa At Targhib fi At Tarbiyyah wa At Tahdzib (Bagian 2)
Sayyid Afandi Muhammad, Muallif Kitab At Tahliyyahwa At Targhib fi At Tarbiyyah wa At Tahdzib (Bagian 2)
bukannya sayyid muhammad afandi org mesir, syekh al azhar kairo? maaf kalo salah
BalasHapusTerima kasih sudah berbagi.
BalasHapus