Rabu, 14 Mei 2014

Sejarah dari Sudut Lain

Prasasti ciaruteun, peninggalan kerajaan Mataram Kuno


didinmahardi.blogspot.com – Dalam literatur sejarah dunia, tak pelak kita akan mengenal nama-nama tokoh besar. Ada Marco Polo, Colombus, dan lain-lainnya. Dua orang penggagas dan penemu. Yang satu adalah penggagas bahwa bumi itu bulat, dan yang lainnya adalah penemu Benua Amerika.

Namun jika kita renungkan lebih dalam lagi, kita akan menemukan ketimpangan dalam sejarah. Ketimpangan tersebut terletak dalam sudut pandang. Sudut-sudut pandang sejarah hanya memberikan kita gambaran dari satu arah. Satu dimensi. Dimensi penguasa. Atau mungkin dimensi kaum terpelajar saja.

Jika kita lihat penulisan sejarah tentang jasa Colombus yang menemukan Benua Amerika, itupun hanya satu arah. Bukankah ketika Colombus mendaratkan kapalnya di Amerika, di sana sudah ada pemukiman. Sudah ada penduduknya. Sudah ada ras yang menghuninya. Ras Indian. Lantas siapakah kiranya yang akan menyampaikan perasaan orang-orang Indian itu terhadap tamu mereka. Tentu saja tidak ada. Karena seperti yang sudah saya katakan, sejarah hanya berhembus dari satu arah. Dari orang-orang terpelajar.

Atau jika kita menengok sejarah Indonesia kuno, kita akan menemukan Raja-raja dan Kerajaan. Mulai dari Mataram kuno sampai Mataram Islam. Semua prasasti yang ditinggalkan oleh kerajaan-kerajaan itu hanya berhembus dari satu arah. Arah penguasa. Karena penulisan prasasti-prasasti itupun sebenarnyalah atas perintah sang penguasa. Maka janganlah kita heran jika isi yang disampaikan oleh prasasti-prasasti itu lebih sering memuji dan menceritakan keberhasilan-keberhasilan yang dicapai penguasa saat itu.

Jarang sekali ada prasasti yang mewakili perasaan rakyat. Misalnya bagaimana perasaan rakyat yang sudah memabangun dan mendiami suatu pemukiman bertahun-tahun, kemudian tiba-tiba tanah itu diambil alih oleh penguasa dengan janji ganti rugi yang tak kunjung diberikan. Atau bagaimana perasaan sepasang kekasih yang cintanya harus kandas karena sang wanita diinginkan oleh raja. Hal-hal demikian itu tidak ada yang menyampaikannya.

Sejarah Indonesia yang pernah dijajah pun sebenarnya juga berhembus hanya dari satu arah. Arah pesimistis. Karena jika kita melihatnya melalui prespektif optimistis, kita akan menemukan Indonesia yang tidak pernah dijajah.

Pada masa penjajahan itu, tidak semua daerah bisa ditaklukan oleh Belanda. Masih ada daerah-daerah yang merdeka. Dan selama masih ada daerah yang belum masuk kedalam wilayah kekuasaan Belanda, hendaknyalah kita memandangnya sebagai kemerdekaan bersama. Dengan prinsip solidaritas berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing. Seperti halnya botol yang separuh kosong, sebenarnyalah ia juga dapat dikatakan separuh berisi. Tergantung dari prespektif mana kita memandangnya. Pesimistis atau optimistis. (DPM)

.
Seri Antologi:
[1]  [2]

6 komentar:

  1. Harusnya dikirim ke opini koran mas. Dapat duit hehehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. hha, , belum masuk kriteria itu mbak..

      Hapus
  2. karena banyak sejarah yg menjadi milik penguasa ya seperti itu,hal-hal kecil seperti misalnya sejarah pedagang,kapal,makanan kehidupan sehari-hari penduduk jarang ada yang menulis.yang paling penting dari sejarah itu bagaimana kita memandang dari semua sudut jangan dari satu sudut.

    BalasHapus
    Balasan
    1. joss....
      bener banget, mohon maaf ni siapa ya?

      Hapus
  3. coba komentar di blog tetangga kok gak bisa, tak cobain di blog sendiri ahh,,,,

    BalasHapus