Rabu, 27 Agustus 2014

Kyai



Entah sejak kapan istilah ini muncul. Belum ada catatan yang jelas. Artinyapun macam-macam. Tergantung dari sudut mana kita mengucapkannya. Kyai!

Beberapa dekade yang lalu, istilah Kyai cuma dikenal di pelosok-pelosok desa. Lalu, tiba-tiba istilah ini menjadi “booming”. Banyak Kyai bermunculan di mana-mana. Tanpa memikirkan apa makna dibalik kata Kyai itu. Atau pantas tidaknya mereka-mereka itu menyandang gelar itu. Kyai!

Sejauh ini, wawasan saya akan makana dari kata Kyai masih terbatas. Baik itu makna secara etimologi maupun terminologi. Taunya cuma sekedar mengira-ngira. Meski demikian, hasil kira-kira saya itu bukan tanpa landasan. Tetep ada landasan pemikirannya. Agar kelihatan agak akademis.

Minggu, 17 Agustus 2014

"Bukan 350 Tahun Dijajah"



Judul di atas sengaja saya beri tanda petik. Karena judul tersebut memang benar-benar saya petik dari judul buku yang ditulis oleh G. J. Resink. Buku setebal 366 halaman ini segera menarik perhatian saya ketika sedang berjalan di pasar buku Shopping Yogyakarta. Meski harganya lumayan mahal untuk ukuran saya, tapi tak masalah. Sebanding dengan wawasan baru yang akan saya dapatkan. Menariknya, meski halaman buku ini tergolong tebal, tapi pembaca sudah akan mendapatkan gambaran umum dari buku ini ketika membaca pengantar yang ditulis oleh A. B. Lapian.

Setelah membaca buku ini, saya segera mendapat wawasan baru tentang Indonesia. Bahwa kita tidak pernah dijajah. Siapa bilang Indonesia dijajah selama 350 tahun? Bohong. Mitos belaka. G. J. Resink seorang sejarawan, ahli hukum internasional, yang sekaligus penyair memaparkan bahwa cerita tentang Indonesia yang dijajah selama 350 tahun itu hanyalah konstruksi politik kolonial belaka. Kebohongan 350 tahun dijajah dipopulerkan oleh politisi Belanda dan buku-buku pelajaran sekolah kolonial.