Kamis, 26 Maret 2015

Belajar Dari Pesantren Sampai ke Amerika

George Carlin


Pekan ini, dibanyak daerah di Indonesia, sedang senter isu penurunan Presiden. Hampir sama dengan kejadian tahun 1998 silam, gerakan inipun dimotori oleh Mahasiswa. kepemimpinan Presiden Jokowi-JK dinilai gagal dalam menyelesaikan berbagai permasalahan Negeri. Mulai dari ekonomi, politik, dan pemeberantasan korupsi. Kegagalan kepemimpinan Jokowi-JK dalam bidang ekonomi terlihat pada kemerosotan kurs Rupiah yang terus menerus. Sedangkan dalam bidang politik dan pemeberantasan korupsi, terlihat pada berlarut-larutnya konflik KPK dan Polri.

Sebagai Mahasiswa, seharusnya saya aktif mendukung gerakan rekan-rekan Mahasiswa itu. Sebagai representasi rasa solidaritas sesama Mahasiswa. Namun jangan dilupakan bahwa saya juga Santri. Sebagai Santri yang Mahasiswa sudah seharusnya saya menyampaikan atau berbagi wawasan ke-santri-an saya kepada khalayak, terutama kepada rekan-rekan Mahasiswa sebagai bentuk tanggung jawa intelektual. Baik intelektualisme sebagai Santri maupun sebagai Mahasiswa. Karena meskipun bergerak pada ranah yang berbeda, namun Santri dan Mahasiswa sebenarnyalah menggeluti dunia yang sama. Dunia keilmuan yang meskipun sulit diamalkan tetapi harus tersampaikan dan diwariskan.

Selasa, 17 Maret 2015

Dari Mpu Tantular dan Prapanca



Ini tentang pertanyaan yang diajukan seorang teman mahasiswa ketika saya mempresentasikan sistem ekonomi Pancasila. “Jika Indonesia sudah memiliki sistem ekonomi Pancasila, lantas kenapa pemerintah Indonesia sekarang lebih condong pada ekonomi liberal?” Ucap penanya yang namanya belum lagi saya ketahui itu. Sebuah pertanyaan yang sebenarnyalah menuntut jawaban yang ilmiah.

Alih-alih menjawab secara ilmiah, saya malah membawa mereka kembali pada abad 14 Masehi. Masa kejayaan kerajaan Majapahit yang dipimpin Prabu Hayam Wuruk dengan penyair besarnya Mpu Tantular dan Prapanca. Ya itulah saya, mahasiswa ekonomi yang justru lebih suka membaca buku-buku sejarah. Tak masalah. Kan sejarah juga ilmu? Pertimbangan saya, seseorang yang melulu fokus pada satu hal, ia akan menjadi terkucilkan. Pikirannya akan menjadi sempit dan cenderung memandang remeh hal-hal lain yang menurutnya tidak sesuai. Kita harus belajar mengerti bahwa diluar sana ada banyak hal lain yang sama sekali berbeda dengan wawasan-wawasan yang kita terima.

Kamis, 12 Maret 2015

Sabdatama



Secara mendadak, Sri Sultan Hamengkubuwono X mengeluarkan Sabdatama. Sabda yang artinya ucapan dan Tama yang artinya utama, disebut-sebut sebagai perintah tertinggi Sultan. Entah apapun motifnya, saya rasa Sabdatama ini ada kaitannya dengan polemik pengangkatan Gubernur di DIY. Yang saya pahami dari arus politik di DIY adalah bahwa Sultan otomatis juga akan menjabat sebagai Gubernur. Dari konsep bahwa Sultan adalah Gubernur inilah lantas timbul konflik. Di Profinsi lain, akan sah-sah saja jika Gubernur dijabat oleh seorang perempuan. Tapi, apakah akan demikian halnya dengan Sultan? Dalam sejarah Kerajaan Mataram Islam sampai dengan Ngayogyokarto Hadiningrat, belum pernah ada Sultan yang perempuan. Belakangan baru muncul polemik ini.

Sabtu, 07 Maret 2015

Yang Saya Banggakan Dari Indonesia



Dari sekian hal yang bisa dibanggakan dari Indonesia, saya lebih tertarik pada satu hal. Sifat dan kepribadian penduduknya. Memang tidak dapat dipungkirin bahwa tidak semua penduduk Indonesia baik. Tapi ada satu orang yang saya rasa cukup untuk merepresentasikan sifat dari kebanyakan penduduk Indonesia. Beliau adalah KH. Abdurrohman Wahid. Atau yang biasa dikenal dengan Gus Dur.

Ketika saya membaca berita-berita yang mengulas perkembangan politik di Timur Tengah, selalu hati dapat berbangga diri. Betapa tidak? Jika kita amati, konflik-konflik yang terjadi di Timur Tengah selalu tentang rakyat yang pro dan kontra terhadap pemerintahannya. Dari yang awalnya pro dan kontra itu, lantas menjadi pertumpahan darah yang mengiris hati.