Kamis, 27 Februari 2014

Jumat Hujan (Bagian 2)


Silahkan KLIK DISINI untuk membaca artikel Jumat Hujan (Bagian 1)
didinmahardi.blogspot.com - Keesokan harinya (malam ahad), ditengah obrolan santai kami, tiba-tiba teman saya nyeletuk. “Pertanyaanmu dek wingi aku wes weroh jawabane.” (pertanyaanmu kemarin aku sudah tau jawabannya -Jawa). “Ada di Kitab Fathul Bari” lanjutnya. Kitab Fathul Bari adalah karangan Imam Ibnu Hajar Al Asqolani [Allahumarhamhu].

Teman saya itu lantas menjelaskan panjang lebar tentang hal yang Ia baca dalam kitab Fathul Bari. O iya, saya lupa menjelaskan kalau teman saya bisa membaca kitab Fathul Bari karena baru saja dari Perpust Kampus.

Jumat Hujan (Bagian 1)

Sumber: aksisosialkammi.wordpress.com

didinmahardi.blogspot.com – Hari jumat kemarin, tepatnya tanggal  21/02/14 saya lelah banget. Gara-garanya malamnya saya harus bergadang mengantarkan dan menemani teman yang tangannya patah gara-gara belajar silat.

Jadilah pada siang harinya saya menyempatkan tidur sebentar sebelum sholat jumat. Selain untuk mengganti waktu tidur saya dimalam sebelumnya juga sekaligus untuk qoilulah (tidur sejenak sebelum sholat jumat, agar ketika khutbah tidak ngantuk –hukumnya sunnah lho..) kan lumayan sekali kayuh dua pulau terlampaui.

Senin, 24 Februari 2014

Bercermin Pada Guru Madrasah

Sumber: atiyuli.wordpress.com

didinmahardi.blogspot.com – Jika diperhatikan sekilas, beliau tampaknya bukan siapa-siapa. Hanya orang dusun yang kebetulan lewat. Diperhatikan dengan seksama pun beliau masih orang biasa.

Mulai dari songkoknya, bajunya, sarungnya, semuanya biasa saja. Bahkan malah terkesan lusuh dan perlu diganti dengan yang baru.

Pernah beberapa kali penulis berkunjung ke rumah beliau, dan rumahnya biasa saja. Hanya sepetak kecil di tengah desa yang tampaknya mulai padat. Kendaraan yang beliau gunakan pun terkesan biasa saja. Tidak bagus, tapi juga tidak buruk.

Sejak pertama kali berinteraksi sebagai guru dan murid, penulis juga sudah tau bahwa kemampuan beliau dalam hal nahwu dan shorof juga biasa-biasa saja (ketika menuliskan ini, tak ada niatan sedikitpun dalam diri penulis untuk merendahkan beliau). Dan karena pemahaman terhadap nahwu dan shorof yang biasa-biasa itulah seringkali kitab yang beliau baca dan beliau uraikan tidak dapat penulis tangkap maksudnya dengan jelas. Meskipun hal ini bisa dikarenakan kebodohan dan kemalasan penulis untuk membaca ulang pelajaran yang beliau sampaikan.

Rabu, 19 Februari 2014

Melihat Kanjeng Nabi Muhammad

Sumber: http://elgozaly.wordpress.com

didinmahardi.blogspot.com – 

“Melihat guru itu pahalanya sama dengan melihat Nabi Muhammad.” Kalimat tersebut pertama kali saya dengar dari Guru Ngaji saya, Ust. Syamsul Ma’arif ketika saya masih SD di Kalimantan Tengah.

Sejak saat itu, ketika ngaji atau sekolah, saya selalu menyempatkan diri untuk curi-curi pandang melihat guru saya. Tentu saja saya tak berani memandang langsung dan terus menerus. Karena dalam pandangan saya, seorang guru memiliki aura tersendiri dan wibawa tertentu yang membuat saya (dan mungkin juga murid-murid lainnya) segan untuk bertatap mata langsung.

Selain segan, juga ada perasaan takut jika dianggap tidak sopan atau berani melawan guru. Karena saya berfikiran bahwa tidak semua guru mengetahui ujar-ujar yang diungkapkan Ust. Syamsul Ma’arif di atas. Jangankan guru yang belum tau, yang sudah taupun kadang-kadang bisa lupa.

Bercermin Pada Kanjeng Nabi (Bagian 2)

Sumber: budioso.blogspot.com


didinmahardi.blogspot.com –

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS: Ali Imran; 104)

Walaupun sama-sama tidak memiliki maf’ul seperti ayat sebelumnya (QS: An Nahl; 125), namun nuansa dan objek yang ingin dituju ayat ini berbeda. Berbicara tentang nuansa, dapat kita rasakan bahwa tidak terbersit kelembutan pada ayat di atas. Jika pada ayat sebelumnya ada kalimat “dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” sekarang tidak.

Jumat, 14 Februari 2014

Bercermin Pada Kanjeng Nabi (Bagian 1)

Sumber: kaligrafinusantaraonline.wordpress.com

didinmahardi.blogspot.com - 

Serulah  kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS: An Nahl; 125)

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS: Ali Imran; 104)

Dalam Islam ada dikenal dua istilah yang maknanya hampir sama, namun sebenarnya berbeda. Dua istilah tersebut adalah dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar. Sekilas dua istilah tersebut memiliki makna yang sama, yakni menyeru atau mengajak.

Namun jika kita lihat lebih dalam, dalam dua ayat di atas, kita akan menemukan perbedaan dari kata dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar. Perbedaan itu terletak pada objek atau sasaran dakwah.

Rabu, 12 Februari 2014

Serpihan-serpihan Kecil Tentang Saya.

Foto terbaru 2014

didinmahardi.blogspot.com – Nama lengkap saya Didin Putra Mahardi. Biasa dipanggil Didin. Nggak usah tanya artinya Didin. Karena sudah saya tanyakan secara khusus ke orang yang membuat nama tersebut. Tetap tidak ada artinya. Sayapun pasrah. Tapi kalau Mahardi, saya tau artinya. Itu gabungan dari nama kedua orang tua saya. Edi dan Hartini.
Saya lahir di Kota Reog Ponorogo. Menjadi anak kedua dari tiga bersaudara. Sedangkan tanggal dan tahun kelahiran saya kalau menurut akta kelahiran dan KTP, adalah tanggal 12 Maret 1994.
Ketika usia saya tiga tahun, Ayah dan Ibu pergi ke Kalimantan Barat. Mengikuti program Transmigrasi. Tentu saja saya dan adik saya (yang ketika itu baru berusia beberapa bulan) ikut. Hanya kakak yang masih tinggal di Jawa, dititipkan pada bibik saya dari pihak ayah.
Dikalimantan, alamat tempat tinggal kami di Sarana Pemukiman (SP) tujuh Bukit Gajah, Kecamatan Manis Mata, Kabupaten Ketapang. Sebuah desa terpencil yang untuk menjangkau sarana prasarananya memerlukan perjalanan jauh saat itu. Didesa inilah saya bermain dan tumbuh. Bersama teman-teman yang juga mengikuti orang tuanya transmigrasi.
Saya tidak pernah mengikuti pendidikan TK. Karena belum ada pendidikan TK di desa saya saat itu. Otomatis saya langsung masuk SD. Tepatnya di SDN 2 Bukit Gajah.
Pada tahun 2004 ketika saya masih kelas empat SD, ayah pindah ke Plasmen. Sebuah sarana pemukiman untuk karyawan tempat ayah bekerja saat itu. Tentu saja sekolah saya juga ikut pindah. Kali ini saya sekolah di SD Swasta, saya lupa apa nama SD tersebut. Karena saya sekolah disitu hanya beberapa bulan. Sebelum kemudian ayah pindah lagi ke Kalimantan Tengah.
Masih ditahun yang sama (2004), ayah pindah ke Kalimantan Tengah. “Perkebunan sawit di sana lebih menjanjikan” katanya. Dan di Kalimantan Tengah inilah saya menyelesaikan pendidikan SD saya di SDN 2 Riam Durian (kalau tidak salah SD tersebut sekarang berganti nama menjadi SDN 1 Sukamulya). SD tersebut terletak di Desa Sagu, Kecamatan Kotawaringin Lama, dan Kabupaten Kotawaringin Barat.
Lulus SD tahun 2006, saya pulang ke Jawa. Melanjutkan sekolah ke Pesantren. Tepatnya di PondokPesantren Darul Huda Mayak Ponorogo. Keinginan sekolah di Pesantren ini sudah saya pendam sejak sekitar kelas 4 SD. Meskipun niat saya saat itu bukan untuk belajar agama. Tapi ingin belajar berbagai ilmu kesaktian seperti yang banyak ditampilkan televise. Hehehe… namanya juga anak-anak (belakangan baru saya ketahui bahwa ilmu-ilmu semacam itu bukan focus utama pesantren, bahkan ada beberapa pesantren yang melarang diajarkannya berbagai ilmu kesaktian, termasuk pesantren yang menjadi almamater saya ini).
Awalnya pesantren tujuan saya bukan Darul Huda Mayak. Tapi Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Keinginan untuk menuntut ilmu di Jombang inipun harus kandas. Karena Ibu tidak merestui. Menurut beliau Jombang terlalu jauh untuk ukuran saya yang masih anak-anak.
Meskipun tidak jadi ke Jombang, saya tidak menyesal. Bahkan saya merasa bangga pernah Nyantri di PP. Darul Huda Mayak. Kebanggaan saya itu bukan tanpa alasan.
Salah satu yang menjadi kebanggan saya adalah berimbangnya kualitas pendidikan diniyyah dan dunyawiyah di PP Darul Huda Mayak. Tidak seperti pesantren-pesantren lainnya yang hanya fokus pada satu hal saja. Kalaupun ada pesantren yang memberikan pendidikan diniyah dan dunyawiyah sekaligus, jarang sekali yang keduanya bisa berjalan berimbang. Bisa diniyahnya yang kalah, atau dunyawiyahnya yang terbenggalai.
Tahun 2012 saya lulus (bukan tamat) dari Madrasah Miftahul Huda, bersamaan dengan kelulusan saya dari MA. Darul Huda. Ada perbedaan antara makna LULUS dan TAMAT dalam Madrasah Miftahul Huda. Lulus, berarti memang benar-benar lulus, dengan nilai yang bagus, kemampuan yang memadai, dll, hehehe…. Biasanya hanya ada segelintir santri yang bisa lulus dari Madrasah Miftahul Huda. Alhamdulillah saya menjadi salah satunya. Sedangkan Tamat, adalah sebutan untuk santri yang sudah menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Miftahul Huda selama enam tahun.
Selesai dari PP. Darul Huda Mayak, saya melanjutkan kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Prodi Ekonomi Syariah. Tak hanya kuliah, saya juga masih berusaha menambah wawasan keislaman saya di Pondok Pesantren Kotagede Hidayatul Mubtadi-ien. Sampai sekarang 2014 (*)

 Link terkait:

Selasa, 11 Februari 2014

Rahwana Menggugat

Sumber: wayang.wikia.com

didinmahardi.blogspot.com
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (Q.S. Yasin; 36) 

Awalnya tidak terfikir oleh saya untuk menuliskan ayat Al Quran di atas. Alasan saya tidak menuliskan ayat di tersebut bukan karena apa-apa. Tapi karena saya lupa. Lupa jika di dalam Kitab Suci Al Quran ada ayat yang berbunyi demikian. Namun ahirnya saya tuliskan juga (tentu saja setelah saya ingat) untuk memperkukuh apa yang akan saya sampaikan di bawah ini.

Kejadian ini belum lama terjadinya. Sekitar dua minggu yang lalu. Pagi itu di kamar saya ada Mas Arif. Entah bagaimana mulanya, tiba-tiba Mas Arif bercerita bahwana Rahwana (tokoh dalam kisah pewayangan) tidak bisa disalahkan begitu saja atas segala kejahatannya. Jika boleh memilih, mungkin Rahwana akan memilih untuk dilahirkan menjadi pribadi yang baik. Tapi apa daya, begitulah kehendak dewata.

Sabtu, 08 Februari 2014

Mempertanyakan Kedudukan Manusia


didinmahardi.blogspot.com – Pertemuan pertama saya dengan dosen Mata Kuliah Tauhid cukup memberikan kesan yang mendalam. M. Jamil, begitu beliau memperkenalkan namanya. Asalnya dari Bojonegoro, dan dulu pernah mengajar di Madrasah Aliyah sebelum kemudian melanjutkan ke Perguruan Tinggi hingga akhirnya menjadi Dosen di UIN Sunan Kalijaga. Sekarang menetap di Yogyakarta.

Kesan pertama saya terhadap Pak Jamil adalah orangnya galak. Hal ini saya lihat karena badannya besar, suaranya horror, juga ketika pertama kali memasuki kelas beliau sama sekali tidak menampakkan senyum. Ternyata tidak. Pak Jamil orangnya cair. Tampaknya memang benar ucapan “Jangan melihat seseorang dari tampilan luarnya.”

Dalam pertemuan pertama tersebut Pak Jamil menyampaikan tentang rencana belajar kita kedepan. Setengah semester awal, kita akan banyak membahas tentang rukun iman (mendengar ini ada sebagian teman yang tertawa, meremehkan sesuatu yang tak pantas diremehkan). Sedangkan setengah semester selanjutnya kita akan membahas tentang aliran-aliran dalam ilmu kalam.

Selain menyampaikan tentang rencana belajar kedepan, Belliau juga berbicara tentang manusia. Suatu hal yang awalnya tidak menarik menurut saya. Tapi kemudian justru saya terhanyut olehnya bahkan tak terasa sampai lupa waktu.

Selasa, 04 Februari 2014

Santri Galau, Kursi Kampus, dan Pencerahan Ta’limul Muta’alim


didinmahardi.blogspot.com – Cerita ini saya awali dari kegalauan saya. Tepatnya mungkin bukan galau. Tapi takut. Takut jika tidak mendapat ridho Guru dan Kyai saya. Karena selama di pesantren, saya sudah melanggar banyak peraturan. Seperti baru-baru ini, saya baru kembali ke pondok seminggu setelah waktu yang ditetapkan. Terkadang, saya juga lari dari tanggung jawab. Misalnya ketika waktunya ngaji, saya justru kabur dan mengikuti kegiatan ekstra di kampus. 

Kenapa saya begitu takut tidak mendapat ridho dari Guru dan Kyai saya?. Karena saya adalah santri Pondok Pesantren Salaf. Dan disemua pesantren salaf itu, dikenal ada yang namanya barokah. Sesuatu yang bagi sebagian orang sudah tidak relevan dizaman sekarang. Tapi, sampai saat ini, dan mungkin selamanya, saya tetap percaya tentang adanya barokah. Bahwa murid yang membangkang, atau yang tidak mendapat ridho Guru maupun Kyai tidak akan mendapat barokah.

Barokah, dalam pemahaman saya, adalah seberapa besar kita dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang sudah kita dapat selama di pesantren. Syukur-syukur kalau ilmu yang kita dapatkan manfaatnya bisa meluber kepada orang disekeliling kita.

Senin, 03 Februari 2014

Santri Bertanya, Tuhan Menjawab



didinmahardi.blogspot.com – Kemarin malam dikelas saya. Kelas 4 Ula Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadi-ien. Ada kejadian yang terus saya ingat-ingat.

Kejadian ini bermula dari cerita bagas. Yang alumni Lirboyo itu. Katanya, jika diskusi santri-santri Lirboyo bisa sampai melampaui batas. Kenapa melampaui batas?, karena dalam islam ada hal-hal yang tidak boleh dibahas. Salah satu hal yang tidak boleh dibahas itu adalah tentang Dzat Tuhan. Allah. Tafakkaruu fi kgolqillah wa la tafakkaruu fidzatihi. Fikirkanlah saja tentang ciptaan Tuhan, dan jangan berfikir tentang Dzat-Nya.

Saat itu Bagas mencontohkan salah satu pertanyaan santri Lirboyo. “Katanya Tuhan Maha Melihat, Maha Mendengar, dan katanya Pendengaran dan Penglihatan Tuhan berbeda dengan makhluq. Coba jelaskan bagaimana Pendengaran dan Penglihatan Tuhan yang berbeda dengan makhluq itu!”

Saat itu saya berfikir untuk menjawab pertanyaan seperti itu, saya akan menggunakan maqolah diatas. Tafakkaru fi kholqillah wa la tafakkaruu fi dzatihi. Tapi, saya juga berangan-angan suatu saat saya harus bisa menjawab pertanyan yang seperti itu dengan filsafat.

Minggu, 02 Februari 2014

Daftar Isi Laman Ini

Mendapatkan Pelajaran Gara-gara Berbagi Pelajaran


didinmahardi.blogspot.com – Hari kemarin saya mengambil jahitan baju. Sebenarnya baju ini sudah jadi sejak satu minggu yang lalu. Bahkan lebih. Tapi baru saya ambil kemarin. Ini karena minggu kemarin saya masih di rumah. Liburan.

Dalam adegan pengambilan baju kemarin, saya sempat ditanyai “Mau dicoba dulu mas?” “Boleh” jawab saya. Sayapun mencoba baju tersebut. Melihat-lihat sekedarnya.

Sebenarnya tak ada efeknya buat saya. Mau saya coba ditempat, atau dicoba di pondok. Tak ada efeknya. Kenapa tak ada efeknya?. Karena jika seandainya baju tersebut ternyata cacat, tetep sulit akan diperbaiki. Karena bahan untuk memperbaikinya tidak ada. Sudah habis. Dan tak ada bahan cadangan. Seandainya dipaksakan untuk membeli bahan lagi, akan perlu waktu yang lama. Perlu pesan ke Jawa Timur, belum lagi waktu jahitnya.

Jadi tujuan saya mencoba baju tersebut adalah untuk memberikan evaluasi kepada penjahitnya. Misalnya ada cacat ini-itu, atau yang lainnya. Agar kelak jika menjahitkan baju lagi. Dengan motif dan desing yang hampir sama dengan saya, ukuran tubuh yang hampir sama dengan saya juga, Ia tidak melakukan kesalahan yang sama.

Walaupun akhirnya tetap saya coba lagi di pondok. Sekedar memuaskan rasa ingin tahu dan penasaran saya. Alhamdulillah tidak ada cacat. Kecacatan yang saya temukan justru terletak pada desing yang saya buat. Motif untuk punggung yang tadinya polos, tampaknya akan lebih baik jika diberi motif tertentu. Tak masalah. Experience is the best teacher. (*)

Sabtu, 01 Februari 2014

Daftar Isi Laman Ini

Ternyata Drum Band Misterius Yogyakarta Memang Ada


didinmahardi.blogspot.com – Saya baru tau kalau di Yogyakarta ada yang namanya Drum Band misterius. Padahal sudah satu setengah tahun lebih saya tinggal di Kota Budaya ini. Teman-teman yang lain, yang sudah di Yogy lebih lama, ternyata juga banyak yang belum tau. Entahlah, fenomena Drum Band misterius tampaknya memang sudah jadi rahasia umum di Yogyakarta.

Pertama kali saya mendengar istilah Drum Band misterius adalah malam jumat kemarin. Seperti biasanya, jika malam jumat kliwon kami Alumni PP. Darul Huda Mayak melakukan ziarah ke makam KH. Dalhar di Gunung Pring Muntilan Magelang. Kegiatan ziaroh ini sudah tradisi dari Mayak. Dulu di Mayak kami juga selalu ziaroh ke makam Kyai Hasan Besari di Tegalsari Ponorogo setiap malam jumat kliwon.