“Mas,, minta pin mu mas”. Tanya
bocah cilik itu.
“Nggak punya pin”. Jawab saya.
Di atas merupakan percakapan
singkat saya dengan seorang santri TPQ (Taman Pendidikan Al Quran) di Kotagede.
Pertanyaan yang meskipun saya jawab sambil lalu, tapi cukup membuat saya kaget.
Anak sekecil ini, yang usianya mungkin belum genap 11 tahun, sudah menanyakan
pin. Artinya mereka sudah mempunyai smartphone.
Sekilas, hal ini mungkin bukan
sesuatu yang patut dihebohkan. Toh orang tua mereka juga yang membelikan
smartphone itu. Bukan saya. Lantas apa masalahnya buat saya? Hey ini
bukan masalah siapa yang membelikan smartphone itu. Tapi lebih pada
“taukah orang tua bocah itu apa itu smartphone dan hal-hal yang dapat
diaksesnya?”
Jika seorang bocah sudah
menanyakan pin, berarti Ia juga sudah mengenal internet. Lantas taukah orang
tua bicah-bocah itu apa itu internet? Oke, mungkin banyak juga orang tua yang
sudah mengenal internet. Tapi banyak juga yang belum mengenal. Apalagi yang
hidup di pelosok-pelosok.
Sedangkan orang tua yang sudah
mengenal internet pun belum tentu tau apa dampak positif dan negatif intenet.
Apalagi yang belum mengenal.
Dibalik pengertian resminya
sebagai jaringan komputer yang saling terhubung secara global. Internet juga
merupakan dunia tak bertepi yang berisi jejalan informasi. Baik informasi yang
bersifat positif maupun yang negatif. Oke kita dapat mengakses informasi yang
kita butuhkan dengan cepat dari internet. Itu segi positifnya. Tapi, dapatkah bocah-bocah
itu menyaring mana informasi yang positif dan mana informasi yang negatif?
Bagaimana jika informasi yang mereka akses justru situs-situs porno? Bagaimana
jika mereka menyakiti orang lain dengan umpatan-umpatan tak bertanggung jawab
dibalik nama Anonymous yang mereka gunakan?
Pernahkah anda mendengar ungkapan
“Kemajuan teknologi saat ini mendekatkan yang jauh, tapi menjauhkan yang
dekat”? Saya rasa ungkapan itu bukan isapan jempol belaka. Karena internet
menyebabkan seseorang malas berkomunikasi secara langsung yang otomatis juga
malas bersosialisasi. Benar kan?
Bukan maksud saya melarang
pendidikan internet pada anak-anak. Sebaliknya justru orang tualah yang harus
belajar internet. Kan tidak ada salahnya jika orang-orang tua turut
mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kemajuan teknologi. Setelah
mengetahui, tentu saja kita dapat menyikapinya dengan lebih bijaksana. Saya
yakin setiap orang tua memiliki caranya sendiri untuk mendidik putra-putri
mereka. Tapi bukan dengan cara yang membabi buta. “Tuntutlah ilmu sejak dari
buaian sampai pada waktunya masuk ke liang lahat”. Itu kata Nabi. Kita memang
tak dapat membendung arus kemajuan. Jalan yang tepat untuk menghadapinya adalah
turut mengalir bersama arus itu, tetapi jangan sampai hanyut. (DPM)
Yogyakarta, 03 Februari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar