Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (QS.
Al Hujarat; 13)
Allah
menurunkan ayat di atas tepat setelah terjadinya diskriminasi terhadap sahabat
Bilal Bin Rabbah. Alkisah, sesaat setelah peristiwa Fathul Makkah, Rasulullah
SAW mengutus Bilal Bin Rabbah mengumandangkan adzan menyeru kepada kaum
muslimin untuk mendirikan sholat berjamaah. Adzanpun dikumandangkan Bilal dari
atas Ka’bah.
Ahad
Bin Usaid yang melihat hal itu lantas berkomentar. “Segala puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku, sehingga tidak
menyaksikan peristiwa hari ini”. Harits Bin Hisyam salah satu penduduk Makkah
ketika itu juga melontarkan komentarnya. “Apakah Muhammad tidak menemukan orang
lain kecuali burung gagak yang hitam ini?”. Keduanya jelas merupakan kalimat
yang bernada mencemooh.
Asbabun Nuzul yang diriwayatkan Abu Mulaikah tersebut jelas
mengindikasikan kepada kita bahwa Allah tidak memandang seseorang dari segi dhohir-nya.
Melainkan lebih pada bathin.
Belakangan saya mendapat wawasan menarik terkait
penafsiran terhadap ayat tersebut. Wawasan ini saya dapatkan bermula dari
majlis wirid Dzikrul Ghafilin yang saya ikuti. Seperti biasa setelah
mengamalkan wirid ini biasanya diisi dengan sedikit ceramah. Nah! Dari ceramah
itulah saya mengetahui bahwa ayat ini juga mengindikasikan bahwa perbedaan itu
merupakan sunnatullah. Sesuatu yang normal dan tak perlu diributkan.
Ayat tersebut juga mengejawantahkan bahwa setiap
generasi, setiap daerah, setiap negara, dan setiap yang lainnya berhak memiliki
budaya dan tradisinya masing-masing. Dan tidak dibenarkan adanya pemaksaan
suatu budaya terhadap budaya yang lainnya. Tentu saja kebebasan berbudaya
tersebut dibenarkan selama tidak keluar dari undang-undang agama. Kaitannya dengan
ini adalah Islam.
Jika ditarik pada konsep ke-Indonesiaan, ayat ini
juga bisa di aplikasikan dengan tetap mempertahankan tradisi-tradisi khas
Indonesia dalam berislam. Bukan karena Nabi Muhammad SAW lahir dan mulai
menyebarkan Islam di Timur Tengah lantas segala sesuatu yang berbau Timur
Tengah harus kita ikuti. Jika demikian, betapa akan malunya kita di kancah
pergaulan internasional. Karena kita akan dianggap sebagai bangsa tanpa
identitas.
Yogyakarta, 01 Februari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar