didinmahardi.blogspot.com – Kemarin malam dikelas saya.
Kelas 4 Ula Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadi-ien. Ada kejadian yang terus
saya ingat-ingat.
Kejadian ini
bermula dari cerita bagas. Yang alumni Lirboyo itu. Katanya, jika diskusi
santri-santri Lirboyo bisa sampai melampaui batas. Kenapa melampaui batas?,
karena dalam islam ada hal-hal yang tidak boleh dibahas. Salah satu hal yang
tidak boleh dibahas itu adalah tentang Dzat Tuhan. Allah. Tafakkaruu fi
kgolqillah wa la tafakkaruu fidzatihi. Fikirkanlah saja tentang ciptaan
Tuhan, dan jangan berfikir tentang Dzat-Nya.
Saat itu Bagas
mencontohkan salah satu pertanyaan santri Lirboyo. “Katanya Tuhan Maha Melihat,
Maha Mendengar, dan katanya Pendengaran dan Penglihatan Tuhan berbeda dengan
makhluq. Coba jelaskan bagaimana Pendengaran dan Penglihatan Tuhan yang berbeda
dengan makhluq itu!”
Saat itu saya
berfikir untuk menjawab pertanyaan seperti itu, saya akan menggunakan maqolah
diatas. Tafakkaru fi kholqillah wa la tafakkaruu fi dzatihi. Tapi, saya
juga berangan-angan suatu saat saya harus bisa menjawab pertanyan yang seperti
itu dengan filsafat.
![]() |
Sumber: jhangtv.com |
Alhamdulillah,
Tuhan bermurah hati. Siangnya karena suntuk, saya mampir ke kamar Kang Arif.
Meminjam dan membaca-baca buku sekedar menghilangkan kesuntukan. Diantara buku
yang saya ambil, ada buku yang berjudul “Koridor Renungan A. Mustofa Bisri.”
Buku tersebut berisi kumpulan tulisan Gus Mus yang ditulis khusus untuk memberi
kata pengantar dalam berbagai buku.
Salah satu
tulisan Gus Mus dalam buku tersebut ada yang berjudul “Khotbah Sang Seniman.”
Tulisan ini merupakan kata pengantar untuk buku “Cahaya Rasul” karya seorang
seniman dan cerpenis yang bernama Danarto.
Dalam tulisan
tersebut Gus Mus menjelaskan tentang takwa. Bahwa meskipun beliau adalah
seorang Kyai, belum tentu tingkat ketakwaannya diatas yang bukan Kyai. Bisa
jadi Danarto yang seniman itu memiliki tingkat ketakwaan lebih. Karena
ketakwaan bukan dilihat dari derajat sosial dan gelar seseorang.
Dalam kata
pengantar tersebut Gus Mus menuturkan berbagai definisi takwa menurut Al Quran
maupun yang lainnya. Salah satu definisi takwa yang dituturkan Gus Mus terdapat
dalam Al Quran Surat Al Baqoroh Ayat 3-4. “Mereka yang beriman kepada
yang ghaib (percaya kepada yang maujud yang tak dapat ditangkap panca indera,
karena adanya dalil yang menunjukkan kepada adanya), yang mendirikan
shalat (menunaikannya dengan teratur dan sesuai aturan-aturannya), yang
menafkahkan sebagian rezeki yang Ia anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang
beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Dan kitab-kitab
yang diturunkan sebelumnya serta meyakini adanya hari akhir.”
Meskipun tidak berbau filsafat, ayat diatas sudah cukup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berputar dihati saya. Akhirnya kita harus sadar, sebagai manusia kita hanyalah makhluk fana, pengetahuan kita tentang dunia yang kita diami ini saja terbatas. Apalagi tentang Tuhan. Tidak semua hal harus bisa dijelaskan dan diterima akal kita yang dangkal. (*)
jawaban yang menarik, tapi bagaimana jika pertanyaan itu muncul dari mulut anak TK atau SD?
BalasHapusurung ngerti jawabane mas..
Hapus