Senin, 03 Februari 2014

Santri Bertanya, Tuhan Menjawab



didinmahardi.blogspot.com – Kemarin malam dikelas saya. Kelas 4 Ula Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadi-ien. Ada kejadian yang terus saya ingat-ingat.

Kejadian ini bermula dari cerita bagas. Yang alumni Lirboyo itu. Katanya, jika diskusi santri-santri Lirboyo bisa sampai melampaui batas. Kenapa melampaui batas?, karena dalam islam ada hal-hal yang tidak boleh dibahas. Salah satu hal yang tidak boleh dibahas itu adalah tentang Dzat Tuhan. Allah. Tafakkaruu fi kgolqillah wa la tafakkaruu fidzatihi. Fikirkanlah saja tentang ciptaan Tuhan, dan jangan berfikir tentang Dzat-Nya.

Saat itu Bagas mencontohkan salah satu pertanyaan santri Lirboyo. “Katanya Tuhan Maha Melihat, Maha Mendengar, dan katanya Pendengaran dan Penglihatan Tuhan berbeda dengan makhluq. Coba jelaskan bagaimana Pendengaran dan Penglihatan Tuhan yang berbeda dengan makhluq itu!”

Saat itu saya berfikir untuk menjawab pertanyaan seperti itu, saya akan menggunakan maqolah diatas. Tafakkaru fi kholqillah wa la tafakkaruu fi dzatihi. Tapi, saya juga berangan-angan suatu saat saya harus bisa menjawab pertanyan yang seperti itu dengan filsafat.


Sumber: jhangtv.com


Alhamdulillah, Tuhan bermurah hati. Siangnya karena suntuk, saya mampir ke kamar Kang Arif. Meminjam dan membaca-baca buku sekedar menghilangkan kesuntukan. Diantara buku yang saya ambil, ada buku yang berjudul “Koridor Renungan A. Mustofa Bisri.” Buku tersebut berisi kumpulan tulisan Gus Mus yang ditulis khusus untuk memberi kata pengantar dalam berbagai buku.

Salah satu tulisan Gus Mus dalam buku tersebut ada yang berjudul “Khotbah Sang Seniman.” Tulisan ini merupakan kata pengantar untuk buku “Cahaya Rasul” karya seorang seniman dan cerpenis yang bernama Danarto.

Dalam tulisan tersebut Gus Mus menjelaskan tentang takwa. Bahwa meskipun beliau adalah seorang Kyai, belum tentu tingkat ketakwaannya diatas yang bukan Kyai. Bisa jadi Danarto yang seniman itu memiliki tingkat ketakwaan lebih. Karena ketakwaan bukan dilihat dari derajat sosial dan gelar seseorang.

Dalam kata pengantar tersebut Gus Mus menuturkan berbagai definisi takwa menurut Al Quran maupun yang lainnya. Salah satu definisi takwa yang dituturkan Gus Mus terdapat dalam Al Quran Surat Al Baqoroh Ayat 3-4. “Mereka yang beriman kepada yang ghaib (percaya kepada yang maujud yang tak dapat ditangkap panca indera, karena adanya dalil yang menunjukkan kepada adanya), yang mendirikan shalat (menunaikannya dengan teratur dan sesuai aturan-aturannya), yang menafkahkan sebagian rezeki yang Ia anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Dan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya serta meyakini adanya hari akhir.”

Meskipun tidak berbau filsafat, ayat diatas sudah cukup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berputar dihati saya. Akhirnya kita harus sadar, sebagai manusia kita hanyalah makhluk fana, pengetahuan kita tentang dunia yang kita diami ini saja terbatas. Apalagi tentang Tuhan. Tidak semua hal harus bisa dijelaskan dan diterima akal kita yang dangkal. (*)

2 komentar:

  1. jawaban yang menarik, tapi bagaimana jika pertanyaan itu muncul dari mulut anak TK atau SD?

    BalasHapus