Senin, 09 Juni 2014

Arus Balik



ARUS BALIK – Sebuah epos pasca
kejayaan Nusantara sebagai
kekuatan dan kesatuan maritim
pada awal abad 16.

Semasa jayanya Majapahit, Nusantara merupakan kesatuan maritim dan
kerajaan laut terbesar di antara bangsa-bangsa beradab di muka bumi.
Arus bergerak dari selatan ke utara, segalanya:
kapal-kapalnya, manusianya, amal perbuatannya, dan cita-citanya,
semua bergerak dari Nusantara di selatan ke “Atas Angin” di utara.
Tetapi zaman berubah....
Arus berbalik – bukan dari selatan ke utara tetapi sebaliknya dari
utara ke selatan. Utara kuasai selatan, menguasai urat nadi kehidupan
Nusantara... Perpecahan dan kekalahan demi kekalahan seakan
menjadi bagian dari Jawa yang beruntun tiada hentinya.
Wiranggaleng – pemuda desa sederhana, menjadi tokoh protagonis dalam
epos kepahlawanan yang maha dahsyat ini. Dia bertarung sampai ke pusat
kekuatan Portugis di Malaka, memberi segala-galanya – walau hanya
secauk pasir sekalipun – untuk membendung arus utara.
Masih dapatkah arus balik membalik lagi?

Sebuah sinopsis novel yang menarik bukan?. Yap. Tulisan di atas adalah sinopsis sebuah novel karangan Pramoedya Ananta Toer. Arus Balik. Sebuah novel yang ditulis dalam masa penahanannya di Pulau Buru, 1969-1979. Karena gejolak politik kekuasaan saat itu, novel ini baru bisa diterbitkan pada tahun 1995. Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang ke-50.

Melihat pada tahun ditulisnya novel ini, tidak heran jika bahasa yang digunakan terasa agak asing. Terasa kurang mengalir. Tidak renyah. Namun, itu semua tidak menghalangi sari-sari yang ingin disampaikan oleh penulisnya. Tampaknya memang sudah menjadi ciri khas Pram untuk menampilkan sosok yang tidak menonjol. Pemuda desa misalnya.

Selain itu, dalam novel ini kita dapat meikmati alur yang disampaikan Pram dengan adil. Tidak memihak. Terasa disampaikan apa adanya. Siapapun bisa menjadi penjahat dan pahlawan. Tidak memandang agama maupun kedudukan.

Begitulah! sedikit gambaran yang dapat saya sampaikan mengenai novel dengan judul Arus Balik itu. Lebih jelasnya silahkan baca sendiri. Saya yakin, ketika anda sudah membaca novel tersebut, anda akan mendapatkan gambaran-gambaran baru yang berbeda.

***
Tentara Majapahit. Sumber: http://www.crwflags.com


Pada halaman-halaman awal novel ini, Pram menceritakan tentang kebesaran Majapahit. Membuat pembaca terlena dan turut bangga. Bahwa pernah ada kerajaan yang demikian besarnya di Negeri ini. Iring-iringan kapal Majapahit dengan bendera merah putihnya, selalu disegani lawan maupun kawan. Namun mendadak Ia membuyarkan kebanggaan kita melalui lidah Rama Cluring. Tokoh dalam novel tersebut.

Orang tua itu mulai bercerita tentang negeri-negeri jauh yang pernah dikunjunginya. Ia bercerita tentang kebesaran-kebesaran Majapahit. Para pendengarnya mulai terbuai. Dan ia menyentakkan mereka dengan lidah parangnya: “Ha! Mengantuk kalian terayun oleh keenakan-keenakan masa-lalu. Kalian, orang-orang yang telah kehilangan harga diri dan tak punya cipta. Segala keenakan dan kebanggan itu bukan hak kalian. Bahkan membiakkan pohon kelapa pun kalian tak mampu!”.

Mak jleb...!!! ketika membaca paragraf itu, mendadak saya merasa malu. Sudah terlalu lama kita terbuai dengan kebesaran-kebesaran masa lalu. Dan hanya kebesaran itu saja yang kita lihat. Tanpa pernah menelisik apa yang mereka lakukan untuk mencapai kebesaran itu. Sudah saatnya kita sadar kawan. Kebesaran yang pernah kita miliki pada masa lalu itu kini tinggallah sejarah. Cukuplah kita tahu bahwa kita pernah besar. Dan biarlah kebanggaan akan kebesaran itu menjadi milik mereka-mereka yang membangunnya. Sudah saatnya kita membangun sejarah kita sendiri.

***
Lebih jauh membaca novel ini, saya menjadi sadar. Novel ini tidak akan berakhir dengan kemenangan yang gilang-gemilang. Namun saya tetap menikmatinya juga. Dan saya rasa bukan hanya saya yang tetap bisa menikmatinya. Meskipun sudah tau akan endingnya. Dengan kata kata lain, sebenarnya novel ini bercerita tentang kesia-siaan. Kecuali jika buku sejarah harus dirubah.

Bahwa ternyata novel ini tetap memikat para pembaca, mungkin ada sesuatu yang luput kita perhatikan. Bahkan mungkin tidak kita sadari. Kualitas jagoan justru tidak menarik dari segi keberhasilannya. Mungkin sukses hanyalah sebuah anti-klimaks. Bahkan hasil samping. Ke-jagoan bisa sepenuhnya berarti ikhtiar yang habis-habisan, titik. (DPM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar