Sumber: kaligrafinusantaraonline.wordpress.com |
didinmahardi.blogspot.com -
Serulah kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk. (QS: An Nahl; 125)
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung. (QS: Ali Imran; 104)
Dalam Islam
ada dikenal dua istilah yang maknanya hampir sama, namun sebenarnya berbeda. Dua
istilah tersebut adalah dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar.
Sekilas dua istilah tersebut memiliki makna yang sama, yakni menyeru atau
mengajak.
Namun jika
kita lihat lebih dalam, dalam dua ayat di atas, kita akan menemukan perbedaan
dari kata dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar. Perbedaan itu
terletak pada objek atau sasaran dakwah.
Jika anda
memahami gramatika bahasa Arab, anda tentu akan menemukan kejanggalan
pada dua ayat di atas. Kejanggalan tersebut terletak pada tidak adanya maf’ul
atau objek dari masing-masing ayat. Kejanggalan tersebut sebenarnya tak perlu
dirisaukan, karena objek dari dua ayat di atas dapat kita ketahui dengan
membaca ayatnya.
Pada ayat
pertama ada kalimat “Serulah kepada jalan Tuhan-mu.” Dari kalimat ini dapat kita ketahui bahwa
objek dari ayat tersebut tentu adalah orang-orang yang belum berada di jalan
Tuhan. Dan jika kita analogikan bahwa jalan Tuhan adalah Islam, maka
orang-orang yang harus kita ajak ke jalan Tuhan tentulah orang-orang yang belum
Islam. Oleh karena itulah Allah menambahkan kalimat “dengan hikmah dan
pelajaran yang baik.”
Mengajak
dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik memang perlu. Kerena
walaupun kita mengajak kepada kebaikan, namun jika dilakukan dengan cara yang
tidak baik, dapat anda bayangkan bagaimana hasilnya. Salah-salah bukan simpati
atau perhatian yang kita dapat, tapi justru kebencian, naudzubiLlah.
Tengoklah
sejarah, tengoklah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam, bagaimana cara
beliau berdakwah. Pernahkah beliau menghunus pedang dan mengancam orang-orang
yang tidak mau masuk Islam.
Dapat kita
bayangkan bagaimana wajah Islam saat ini jika Rasulullah menghunus pedang dalam
dakwahnya. Tidak akan ada yang namanya Islam. Karena pada awal-awal Rasulullah
diangkat menjadi Nabi, hanya ada segelintir orang yang memberikan kepercayaan
kepada beliau. Yang lainnya menolak dengan keras. Dan jika orang-orang yang
menolak itu diperangi, lantas siapa yang akan menjadi umat Rasulullah. Bisa
jadi Rasulullah justru terbunuh sebelum sempat menyebar luaskan ajaran Islam
karena perbedaan jumlah masa yang sangat besar antara yang langsung mempercayai
dan menolak mentah-mentah.
Dalam
berdakwah, Rasulullah selalu berlaku fleksibel. Beliau tidak serta merta
menghapuskan segala tradisi masa jahiliyah saat itu. Selama tradisi tersebut
tidak bertentangan dengan akidah dan ajaran Islam, dibiarkan atau bahkan
disempurnakan.
Ibadah haji
itu sudah merupakan tradisi Arab sejak sebelum Rasulullah diutus. Lantas oleh
Rasulullah dibenarkan dan disempurnakan. Tradisi perayaan tahunan di kota
Madinah, diganti dengan ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha. Selain dua tradisi diatas,
sebenanya masih banyak hadis-hadis yang menyatakan ke-fleksiel-an dakwah
Rasulullah. Seperti hadis tentang bersalaman, hadis tentang diperbolehkannya
menjimak istri dimasa kehamilan, dan lain-lainnya.
Bandingkan cara dakwah Rasulullah yang telah mampu membawa mayoritas penduduk dunia memeluk Islam dengan cara dakwah dai masakini. Jika Anda merasa bahwa Rasulullah adalah manusia sempurna yang tidak siapapun bisa menyamainya, cobalah tengok dakwah Walisongo, yang juga jelas terbukti mampu membawa mayoritas bangsa ini ke jalan Allah. Bandingkan juga hasil yang diperoleh. (*)
Lanjutkan Membaca ke Bagian 2
Lanjutkan Membaca ke Bagian 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar