didinmahardi.blogspot.com
– Pertemuan pertama saya dengan dosen Mata Kuliah Tauhid cukup memberikan kesan
yang mendalam. M. Jamil, begitu beliau memperkenalkan namanya. Asalnya dari
Bojonegoro, dan dulu pernah mengajar di Madrasah Aliyah sebelum kemudian
melanjutkan ke Perguruan Tinggi hingga akhirnya menjadi Dosen di UIN Sunan
Kalijaga. Sekarang menetap di Yogyakarta.
Kesan pertama
saya terhadap Pak Jamil adalah orangnya galak. Hal ini saya lihat karena
badannya besar, suaranya horror, juga ketika pertama kali memasuki kelas beliau
sama sekali tidak menampakkan senyum. Ternyata tidak. Pak Jamil orangnya cair.
Tampaknya memang benar ucapan “Jangan melihat seseorang dari tampilan luarnya.”
Dalam
pertemuan pertama tersebut Pak Jamil menyampaikan tentang rencana belajar kita
kedepan. Setengah semester awal, kita akan banyak membahas tentang rukun iman
(mendengar ini ada sebagian teman yang tertawa, meremehkan sesuatu yang tak
pantas diremehkan). Sedangkan setengah semester selanjutnya kita akan membahas
tentang aliran-aliran dalam ilmu kalam.
Selain
menyampaikan tentang rencana belajar kedepan, Belliau juga berbicara tentang
manusia. Suatu hal yang awalnya tidak menarik menurut saya. Tapi kemudian justru
saya terhanyut olehnya bahkan tak terasa sampai lupa waktu.
Pembicaraan
mengenai manusia ini dimulai dari dua hal inti dalam alam semesta. Kholiq dan
Makhluq. Pencipta dan yang diciptakan.
Pencipta
adalah Allah, hal yang diciptakan adalah alam semesta beserta isinya. Beliau
lalu menuturkan tentang luasnya alam semesta ini. Tentang luas alam semesta
yang sudah diketahui manusia, 11 miliar tahun cahaya (dengan kecepatan cahaya
300.000 km/detik). Besarnya matahari yang 300.000 kali besarnya bumi. Jarak
bumi dan matahari yang 150 km. Dan banyak hal lainnya.
Sebenarnya
pengetahuan yang semacam itu sudah umum. Sudah banyak dibahas dalam berbagai
buku. Namun terkadang manusia lupa. Lupa betapa kecilnya dirinya dibandingkan
alam semesta, apalagi jika dibandingkan sang pencipta semesta. Astaghfirullah.
Pembahasan
berikutnya, beliau mempetanyakan tentang kedudukan manusia. Mana yang paling
mulia antara manusia, malaikat, dan iblis.
Teman-teman
ada yang nyeletuk. “Lebih mulia malaikat” kata teman saya itu. Lalu pak
jamil menjawab. “Jika lebih mulia malaikat, malaikat pernah diperintahkan sujud
untuk menghormati manusia. Jika lebih mulia iblis, iblis juga pernah
diperintahkan sujud untuk menghormati manusia juga. Jika manusia lebih mulia, dalam
Al Quran Surat Al Furqon; 44, disebutkan bahwa manusia memiliki potensi untuk menjadi
lebih hina dari binatang.”
Kesimpulannya,
dari tiga makhluk Allah diatas tidak ada yang lebih mulia. Namun manusia
memiliki keistimewaan lebih. Keistimewaan manusia terletak pada unsur penciptaannya.
Jika malaikat, binatang, dan iblis hanya diciptakan dari satu unsur, cahaya,
air, dan api, manusia diciptakan dari dua unsur. Tanah dan ruh.
Karena diciptakan dari dua unsur tersebutlah manusia memiliki dua potensi yang saling berlawanan. Dengan ruh yang merupakan bagian dari Tuhan, manusia bisa menjadi lebih mulia dari malaikat. Dan dengan tanah, manusia memiliki potensi untuk menjadi lebih hina dari iblis bahkan binatang. Tergantung jalan mana yang ia pilih. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar