![]() | |
Sumber: himasal.lirboyo.net |
didinmahardi.blogspot.com – Sudah
jamak diketahui bahwa lafadh wadha’a adalah bagian dari bab tiga dalam Tasrif
Amtsilati. Sejauh wawasan saya, dari dulu sampai sekarang, wadha’a
adalah bagian dari bab tiga. Hingga wawasan itu harus harus porak poranda malam
Ahad kemarin. Dalam mata pelajaran I’lal.
Kejadiannya bermula ketika
seorang kawan bertanya “Kok lafadh maudhi’un (isim zaman wa
makan dari lafadh wadha’a) nggak ada I’lalnya? Padahal, kalau
diikutkan bab tiga seharusnya berbunyi maudho’un.”
Suatu pertanyaan yang tak
terpikirkan sebelumnya. Guru kami, Ust. Muchlishin, bahkan juga bingung
menjawabnya.
Guru kami lantas berspekulasi.
“Lafadh wadha’a ini, jangan-jangan sebenarnya masuk bab dua. Meskipun lam
fi’il-nya berupa huruf halqi.”
Memang benar, jika dimasukkan ke
bab dua masalah ini akan selesai. Tapi kemudian akan menarik masalah lain.
Karena dalam deret tasrif amtsilati dari lafadh wadha’a hanya sighot
masdar mim dan isim zaman wa makan-nya saja yang bermasalah.
Selainnya normal.
Selain itu, jika kita menengok
persyaratan lafadh-lafadh yang bisa dimasukkan ke dalam bab dua, kita akan
menemukan bahwa dari binak mitsal wawi hanya yang lam fi’ilnya bukan
berupa huruf halqi yang bisa dimasukkan ke dalam bab dua. Entahlah,
sampai saat tulisan ini ditulis, saya belum menemukan jawaban dari masalah ini.
(*)