Sumber: muklason.wordpress.com |
didinmahardi.blogspot.com
– Bila Anda sering bergaul dan mencoba menyelami semangat spiritualitas kaum
Abangan, tentu Anda akan sering menjumpai kata “Tirakat.” Sebenarnya tidak
hanya kaum Abangan. Semua umat Islam dan mungkin juga pemeluk Agama lain saya
rasa juga mengenal kata Tirakat. Seperti Mahatma Gandhi misalnya, beliau juga
melakukan tirakat untuk meraih kemerdekaan bangsanya. Meskipun, mungkin di
India sebutannya bukan Tirakat. Yang jelas jalan yang ditempuh hampir sama
dengan yang dinamakan “Tirakat” di Indonesia.
Bila saya mengidentikan
tirakat dengan kaum Abangan, itu karena memang menurut saya merekalah yang
lebih dekat dan sering melakukan tirakat. Selain kaum Abangan, ada lagi
kelompok yang juga sering melakukan tirakat. Mereka itulah kaum Pesantren.
Terutama kaum Pesantren Tradisionalis.
Kaum Pesantren
dan Kaum Abangan ini, hobinya ya tirakat (mungkin hehe…).
Sedikit-sedikit tirakat. Mau Ilmunya barakah dan manfa’at, harus tirakat.
Pengen punya keturunan yang baik, harus tirakat. Pengen lebih dekat dengan
Tuhan, harus tirakat. Dan masih banyak hal-hal lainnya yang mengharuskan
TI-RA-KAT.
Sudah.
Pengantarnya cukup sekian saja. Nggak usah penjang-panjang. Sekarang saya mau
langsung mengulas apa itu tirakat.
Tirakat, konon
berasal dari Bahasa Arab Taroka. Artinya meninggalkan. Kata Taroka
tersebut jika diteruskan akan tertulis seperti ini; Tarkul Ma’siyat.
Artinya meninggalkan ma’siyat. Mungkin inilah sebabnya kenapa jenis tirakat
yang jamak diketahui masyarakat adalah PUASA. Karena menurut suatu keterangan,
puasa (rasa lapar) adalah cara yang paling ampuh untuk mengekang Hawa Nafsu.
Terlepas dari benar atau tidaknya ‘keterangan’ ini, saya sarankan teman-teman
pembaca untuk mencobanya sendiri. Maksud saya menganalisis lebih banyak mana
ma’siyat yang kawan lakukan ketika dalam keadaan puasa dan tidak puasa.
Meskipun
tirakat yang jamak diketahui masyarakat adalah puasa, bukan berarti puasa
adalah satu-satunya tirakat yang dapat dilakukan. Bukan berarti pula bahwa
puasa adalah tirakat yang paling ampuh dan cespleng. Seorang Guru saya
(Gus ‘Izzudin ‘Abdul ‘Aziz), pernah mengatakan bahwa tirakat yang paling ampuh
adalah melek bengi. Maksudnya terjaga diwaktu malam atau Qiyamul Lail.
Kalau nggak percaya, silahkan tanyakan ke dukun-dukun yang ada di sekitar Anda hehe….
Jenis tirakat
ini macam-macam. Yang penting istiqomah. Bahkan saya pernah membaca
disalah satu majalah, bahwa ada seorang ibu yang istiqomah menyapu jalan
disekitar rumahnya ketika shubuh menjelang. Meskipun kegiatan tersebut beliau laukan
setiap hari, namun tidak ada tetangga sekitar yang mengetahuinya. Karena
rutinitas tersebut beliau lakukan diwaktu menjelang shubuh. Disaat kebanyakan
orang sedang lelap-lelapnya. Baru setelah ibu itu meninggal, anak-anaknya mau
berbagi kisah perjuangan Ibundanya itu ke pihak Majalah.
Ibu yang saya
ceritakan diatas adalah seorang janda. Pekerjaannya kalau saya nggak salah
ingat adalah pedagang di pasar/buruh tani. Tapi, semua anaknya bisa menempuh
pendidikan sampai kejenjang Sarjana. Menakjubkan bukan!.
.
.
Bersambung ke Tirakat 2
Wah menambah wawasan sob.. makasih
BalasHapussama-sama
Hapusmatur nuwun
BalasHapussami-sami
HapusBetul.Terus buat postingan2 serupa utk pencerahan
BalasHapus