Jumat, 31 Oktober 2014

Trade Off; Seputar Rokok



Saya jadi teringat puisi satire yang digubah Taufiq Ismail. Beberapa kutipan puisi tersebut, antara lain:
Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok.
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.
Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa bagi perokok, tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok.
Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu bisa ketularan kena.

Tulisan di atas merupakan kutipan dari Opini Jawa Pos edisi 29 Oktober 2014 yang ditulis oleh Nurul Rahmawati. Dalam opininya, sebenarnya Nurul Rahmawati mengritik kelakuan sosok meteri antimaenstream Indonesia (Susi Pudjiastuti) yang dengan santainya merokok ditempat umum. Bukan hanya ditempat umum, bahkan ditengah wawancara dengan wartawan Susi tak sungkan-sungkan untuk menikmati batang sembilan senti itu.

Kekhawatiran Nurul Rahmawati ini memang beralasan. Sebagai wanita dan seorang ibu (saya kurang tahu anaknya Ibu Nurul Rahmawati ini laki-laki atau perempuan) yang mengkhawatirkan para remaja tumbuh bersama asap rokok, komplain Nurul Rahmawati memang masuk akal. Ditengah getolnya para Ibu melarang anaknya merokok, lantas bagaimana jika mandapat sanggahan seperti ini “Lah, Bu Menterinya aja ngerokok? Berarti rokok itu cool kan? Kenapa kita malah dilarang merokok?’’ (kalimat yang ini saya kutip dari opininya Nurul Rahmawati).

Jika dirasakan, opini Nurul Rahmawati ini sebenarnya juga mengritik pemerintah yang kurang tegas menangani pelarangan rokok. Terbukti dari sikap pemerintah yang terkesan ogah-ogahan untuk meratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control).

Sikap pemerintah yang demikian itu sebenarnya bukan tanpa alasan. Terjadi trade off disitu. Dilematis memang. Disatu sisi pajak dari rokok merupakan salah satu penyumbang terbesar negara, disisi lain efek negatif rokok mengancam kesehatan warga negara.

Sejauh ini, pemerintah sebenarnya tidak hanya berdiam diri untuk menangani masalah rokok. Hal-hal yang sudah dilakukan di antaranya; meningkatkan pajak rokok yang imbasnya harga rokok juga akan semakin tinggi. Harga yang tinggi tersebut diharapkan tidak terjangkau oleh saku remaja sekolahan. Selain pajak rokok, pemerintah juga sudah mengatur sedemikian rupa agar iklan rokok tidak tampil di TV kecuali setelah pukul 21:00. Yang terbaru, usaha pencegahan rokok dilakukan dengan menampilkan gambar-gambar mengerikan pada bungkus rokok.

Herannya, dengan usaha yang demikian itu, masih banyak saja para penyinta rokok. Mulai dari anak-anak, remaja, dan orang tua. Jika menjadi orang tua, saya pribadi juga masih bingung bagaimana caranya melarang anak-anak saya agar tidak merokok. Alhamdulillah saya sendiri tidak merokok. Tapi itu bukan karena larangan dari orang tua (secara tersirat sebenarnya orang tua saya memperbolehkan jika saya merokok). Tidak merokoknya saya ‘mungkin’ terdorong oleh lingkungan dan pengalaman. Pertama; ayah saya tidak merokok. Kedua; masa remaja saya (MTs dan MA) saya habiskan dipesantren yang dilarang merokok.

Lingkungan yang tidak merokok bukan merupakan jaminan sepenuhnya. Terbukti kakak sulung saya juga merokok. Beberapa teman di pesantren saya dulu juga ada yang merokok, meskipun secara sembunyi-sembunyi. Sekali waktu saya juga pernah coba-coba merokok. Rasanya memang ada sedikit ‘segar’ begitu. Tapi juga ada rasa pusingnya. Dan karena rasa ‘pusing’ itulah akhirnya saya putuskan untuk tidak merokok. Terbukti bahwa lingkunngan bukan jaminan sepenuhnya.

Salah satu cara melarang rokok dalam keluarga yang bisa saya sarankan adalah melarang sambil memberikan teladan. Seperti yang dilakukan ayah saya itu. Tentu saja juga harus disertai doa, agar anak-anaknya selalu diberikan ke-sae-nan (kebaikan) oleh Allah. (DPM)

Yogyakarta, 31 Oktober 2014

7 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  3. memang benar , pendidikan apapun mulai dari keluarga, ketika di keluarga sudah ditekankan dengan hal yang baik termasuk tidak merokok dan teladan dari ortunya, akhirnya dimanapaun anak berada walau ada dalam lingkungan yang merokok, dia kan tetap berpegang teguh untk tak merokok. Anak lelakiku yang sulung selama dia kuliah dan sekarang bekerja selalu di kerubuti dengan teman2nya yg merokok tapi dia sendiri tetap tdk merokok.

    BalasHapus
  4. Halo. Makasih ya sdh membahas artikel saya d JP.

    Bukanbocahbiasa(dot)com

    BalasHapus
  5. Halo. Makasih ya sdh membahas artikel saya d JP.

    Bukanbocahbiasa(dot)com

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe, , sami2 mbak, kok bisa ketahuan ya artikel saya ini :-D

      Hapus