Jumat, 10 April 2015

Repelita (Karena Umur Indonesia Bukan Cuma 5 Tahun)



Al muhafadhotu ‘alal qodimis sholih wal akhdu bil jadidil ashlah. Mempertahankan hal-hal lama yang baik, dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik.

Kalimat yang sering diungkapkan oleh kalangan Islam moderat di atas, mungkin juga tepat jika diaplikasikan dalam banyak hal lainnya. Termasuk kenegaraan.

Seperti yang pernah kita ketahui, bahwa dahulu, dimasa Orde Baru, ada dikenal istilah Repelita. Kependekan dari Rencana Pembangunan Lima Tahun. Semacam target yang ingin / harus dicapai dalam setiap lima tahun masa pemerinahan Orde Baru yang saat itu dipimpin oleh presiden Soeharto.

Repelita I (1969-1974) fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar dan infrastruktur. Terlebih pada sektor-sektor pertanian. Jadi pada lima tahun itu, pemerintahan pusat dan daerah fokus pada bagaimana meningkatkan sandang dan pangan rakyat, juga sektor-sektor pendukung pertanian. Efek atau hasil dari Repelita I ini adalah meningkatnya lapangan kerja dan akhirnya juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Repelita II (1974-1979) fokus pada peningkatan / perataan kesejahteraan di luar pulau Jawa, Madura, dan Bali. Program untuk menyokong tercapainya tujuan Repelita II ini adalah Transmigrasi. Meratakan persebaran penduduk dari pulau yang padat penduduknya ke pulau yang penduduknya masih sedikit. Bahkan mungkin tidak ada penduduknya sama sekali. Penduduk yang melakukan transmigrasi umumnya adalah penduduk yang kemampuan ekonominya menengah kebawah. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi peningkatan kesejahteraan penduduk bersangkutan. Yang akhirnya juga dapat meningkatkan kesejahteraan Negara secara umum.

Repelita III (1979-1984) fokus pada peningkatan industri padat karya untuk meningkatkan ekspor. Hampir sama dengan Repelita I pada Repelita III ini pemerintah juga berorientasi pada swasembada pangan. Namun pada Repelita III ini juga ada orientasi lain. Yakni pengolahan bahan mentah menjadi bahan jadi.

Repelita IV (1984-1989) bertujuan menciptakan lapangan kerja baru. Juga tetap memperhatikan industri. Reverensi terkait Repelita IV sulit penulis temukan. Kecuali beberapa perkiraan yang diharapkan ketika Repelita ini disusun. Yakni peningkatan tenaga kerja yang pada tahun 1983 adalah 64 juta jiwa, diharapkan menjadi 73 jiwa pada tahun 1988. Namun perlu dicatat, bahwa pada masa Repelita IV ini Indonesia sudah terbebas dari impor beras.

Repelita V (1989-1994) menekankan pada perbaikan sistem transportasi, komunikasi, dan pendidikan. Sistem transportasi dan komunikasi yang dikembangkan dalam Repelita V ini bertujuan untuk menunjang kemajuan yang ingin dicapai Indonesia dalam masa-masa yang akan datang. Tujuan Repelita V ini lebih menitikberatkan pada peletakan dasar untuk Indonesia, selain itu juga melanjutkan pembangunan dari Repelita IV. Sedangkan peningkatan pendidikan dimaksudkan agar adanya peningkatan dan perataan kecerdasan, kesejahteraan, dan taraf hidup rakyat Indonesia.

Demikian itu Repelita yang pernah ada dalam khazanah sejarah Indonesia. Meskipun dengan segala keterbatasannya, mereka para pendahulu itu berani menyusun Repelita. Bayangkan dimasa yang seperti itu, ketika jumlah data-data yang ada masih sangat minim, kalaupun ada data, itupun masih diragukan kevalidannya, mereka sudah berani merangkai target-target dengan Repelita itu. Terlepas dari target-target yang dicetuskan dengan repelita itu berhasil atau tidak, namun saya sangat mengapresiasi Repelita itu.

Saat ini, sejauh yang saya ketahui, tidak ada program berkesinambungan yang diterapkan pemerintah Indonesia. Seakan-akan umur Indonesia hanya lima tahun. Ketika masa pemerintahan Presiden SBY berakhir, berakhir pula program-programnya. Padahal, dari program-program itu ada yang belum selesai sepenuhnya. Masih setengah jalan. Setelah Presiden Jokowi dilantik, lantas membentuk kabinet baru dengan program baru yang sama sekali berbeda dengan program pemerintahan sebelumnya.

Dengan ketidak-adanya program jangka panjang yang berkesinambungan, betapa akan terseok-seoknya Negeri ini. Setelah lima tahun membangun, belum selesai, lantas ditinggal. Buat bangunan baru lagi. Lah terus kapan selesainya?

Kan akan lebih baik jika dibentuk sekumpulan ahli yang merumuskan langkah-langkah dan target Indonesia untuk seratus tahun kedepan. Dalam berbagai lini. Ekonomi, pendidikan, kesehatan, budaya, dan lain-lainnya. Sehingga pemerintahan kedepan memiliki patokan yang digunakan dalam menentukan kebijakan. Tetapi patokan-patokan itu juga boleh dirubah. Jika ternyata perkembangan dunia tidak sesuai dengan target yang diperkirakan oleh para ahli terdahulu. Namun selama patokan-patokan yang pernah ditetapkan itu relevan, pemimpin yang berkuasa harus merealisasikan program itu. Dengan demikian, pemerintahan Indonesia akan memiliki konsentrasi pembangunan dalam setiap masa.

Selain itu, program jangka panjang itu juga dapat menjadi semacam harapan kemakmuran dimasa yang akan datang. Misalnya ketika dalam salah satu program jangka panjang itu disebutkan bahwa lima puluh tahun kemudian masyarakat Indonesia tidak akan tergantung pada bahan bakar fosil, maka pemuda-pemuda saat ini akan dapat berkata “Alhamdulillah anak saya kelak akan hidup di Indonesia yang bebas dari polusi”. Karena umur Indonesia bukan hanya lima tahun, tetapi berpuluh, beratus, bahkan beribu tahun.

Yogyakarta, 09 April 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar