Al muhafadhotu ‘alal qodimis
sholih wal akhdu bil jadidil ashlah. Mempertahankan hal-hal lama yang baik,
dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik.
Kalimat yang sering diungkapkan
oleh kalangan Islam moderat di atas, mungkin juga tepat jika diaplikasikan
dalam banyak hal lainnya. Termasuk kenegaraan.
Seperti yang pernah kita ketahui,
bahwa dahulu, dimasa Orde Baru, ada dikenal istilah Repelita. Kependekan dari
Rencana Pembangunan Lima Tahun. Semacam target yang ingin / harus dicapai dalam
setiap lima tahun masa pemerinahan Orde Baru yang saat itu dipimpin oleh
presiden Soeharto.
Repelita I (1969-1974) fokus pada
pemenuhan kebutuhan dasar dan infrastruktur. Terlebih pada sektor-sektor
pertanian. Jadi pada lima tahun itu, pemerintahan pusat dan daerah fokus pada
bagaimana meningkatkan sandang dan pangan rakyat, juga sektor-sektor pendukung pertanian.
Efek atau hasil dari Repelita I ini adalah meningkatnya lapangan kerja dan
akhirnya juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Repelita II (1974-1979) fokus
pada peningkatan / perataan kesejahteraan di luar pulau Jawa, Madura, dan Bali.
Program untuk menyokong tercapainya tujuan Repelita II ini adalah Transmigrasi.
Meratakan persebaran penduduk dari pulau yang padat penduduknya ke pulau yang
penduduknya masih sedikit. Bahkan mungkin tidak ada penduduknya sama sekali.
Penduduk yang melakukan transmigrasi umumnya adalah penduduk yang kemampuan
ekonominya menengah kebawah. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi
peningkatan kesejahteraan penduduk bersangkutan. Yang akhirnya juga dapat
meningkatkan kesejahteraan Negara secara umum.
Repelita III (1979-1984) fokus
pada peningkatan industri padat karya untuk meningkatkan ekspor. Hampir sama
dengan Repelita I pada Repelita III ini pemerintah juga berorientasi pada
swasembada pangan. Namun pada Repelita III ini juga ada orientasi lain. Yakni
pengolahan bahan mentah menjadi bahan jadi.
Repelita IV (1984-1989) bertujuan
menciptakan lapangan kerja baru. Juga tetap memperhatikan industri. Reverensi
terkait Repelita IV sulit penulis temukan. Kecuali beberapa perkiraan yang
diharapkan ketika Repelita ini disusun. Yakni peningkatan tenaga kerja yang
pada tahun 1983 adalah 64 juta jiwa, diharapkan menjadi 73 jiwa pada tahun
1988. Namun perlu dicatat, bahwa pada masa Repelita IV ini Indonesia sudah
terbebas dari impor beras.
Repelita V (1989-1994) menekankan
pada perbaikan sistem transportasi, komunikasi, dan pendidikan. Sistem
transportasi dan komunikasi yang dikembangkan dalam Repelita V ini bertujuan
untuk menunjang kemajuan yang ingin dicapai Indonesia dalam masa-masa yang akan
datang. Tujuan Repelita V ini lebih menitikberatkan pada peletakan dasar untuk
Indonesia, selain itu juga melanjutkan pembangunan dari Repelita IV. Sedangkan
peningkatan pendidikan dimaksudkan agar adanya peningkatan dan perataan
kecerdasan, kesejahteraan, dan taraf hidup rakyat Indonesia.
Demikian itu Repelita yang pernah
ada dalam khazanah sejarah Indonesia. Meskipun dengan segala keterbatasannya,
mereka para pendahulu itu berani menyusun Repelita. Bayangkan dimasa yang
seperti itu, ketika jumlah data-data yang ada masih sangat minim, kalaupun ada
data, itupun masih diragukan kevalidannya, mereka sudah berani merangkai
target-target dengan Repelita itu. Terlepas dari target-target yang dicetuskan
dengan repelita itu berhasil atau tidak, namun saya sangat mengapresiasi
Repelita itu.
Saat ini, sejauh yang saya
ketahui, tidak ada program berkesinambungan yang diterapkan pemerintah
Indonesia. Seakan-akan umur Indonesia hanya lima tahun. Ketika masa pemerintahan
Presiden SBY berakhir, berakhir pula program-programnya. Padahal, dari
program-program itu ada yang belum selesai sepenuhnya. Masih setengah jalan.
Setelah Presiden Jokowi dilantik, lantas membentuk kabinet baru dengan program
baru yang sama sekali berbeda dengan program pemerintahan sebelumnya.
Dengan ketidak-adanya program
jangka panjang yang berkesinambungan, betapa akan terseok-seoknya Negeri ini.
Setelah lima tahun membangun, belum selesai, lantas ditinggal. Buat bangunan
baru lagi. Lah terus kapan selesainya?
Kan akan lebih baik jika dibentuk
sekumpulan ahli yang merumuskan langkah-langkah dan target Indonesia untuk
seratus tahun kedepan. Dalam berbagai lini. Ekonomi, pendidikan, kesehatan,
budaya, dan lain-lainnya. Sehingga pemerintahan kedepan memiliki patokan yang
digunakan dalam menentukan kebijakan. Tetapi patokan-patokan itu juga boleh
dirubah. Jika ternyata perkembangan dunia tidak sesuai dengan target yang
diperkirakan oleh para ahli terdahulu. Namun selama patokan-patokan yang pernah
ditetapkan itu relevan, pemimpin yang berkuasa harus merealisasikan program
itu. Dengan demikian, pemerintahan Indonesia akan memiliki konsentrasi
pembangunan dalam setiap masa.
Selain itu, program jangka
panjang itu juga dapat menjadi semacam harapan kemakmuran dimasa yang akan
datang. Misalnya ketika dalam salah satu program jangka panjang itu disebutkan
bahwa lima puluh tahun kemudian masyarakat Indonesia tidak akan tergantung pada
bahan bakar fosil, maka pemuda-pemuda saat ini akan dapat berkata
“Alhamdulillah anak saya kelak akan hidup di Indonesia yang bebas dari polusi”.
Karena umur Indonesia bukan hanya lima tahun, tetapi berpuluh, beratus, bahkan
beribu tahun.
Yogyakarta, 09 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar